Cerita Mudik Saya dan Keluarga Ketika Lebaran - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Kamis, 23 Mei 2019

Cerita Mudik Saya dan Keluarga Ketika Lebaran

Cerita Mudik Saya dan Keluarga Ketika Lebaran




Assalamualaikum Sahabat. Sejak masih lajang saya punya impian dapat jodoh orang desa. Membayangkan diajakin mudik ke desa dengan pemandangan sungai, sawah, senyum ramah tetangga, sepertinya surga bagi saya. Maklum deh saya anak kota yang lahir dan besar di kawasan padat penduduk. Wajar dong punya mimpi calon suami dari desa.

Daaan, kenyataan berkata lain. Jodoh saya ternyata orang kota, ahahahaa. Mimpi saya nggak terwujud mendapatkan suami yang berasal dari desa. 

Namun saya tetap merasakan suasana mudik, karena orang tua suami berasal dari luar kota. Eh tapi mudiknya nggak nginap kayak rang-orang. Nah, saya mau cerita deh tentang mudik bersama keluarga suami.


Cerita Mudik Saya dan Suami


Biasanya setiap usah shalat Idul Fitri, saya dan suami sungkeman dan bermaafan dulu sekeluarga. Baru kemudian mengunjungi rumah keluarga ibu dan bapak saya. Di sini saya dan suami serta anak-anak juga mencicipi hidangan yang udah disiapkan ibu.


Ada opor, sambel goreng, dan ketupat atau lontong. Karena pengen praktis dan enggak usah ribet, saya memilih pesan lontong sehari sebelumnya di tempat langganan.

Begitu sarapan di hari idul fitri usai, kami pun meluncur ke rumah ibu mertua. Di sana udah menanti kakak dan adik suami beserta seluruh keponakan.

Di sini acara bermaafan juga dilakukan. Meski nggak pakai urutan sesuai usia. Karena sebagian putra-putri ibu udah ngumpul di rumah keluarga. Mereka ini yang datang dari Salatiga, Pekalongan, dan Pekanbaru. 

Hanya saya dan adik ipar yang belakangan datang aja karena tidur di rumah masing-masing. 

Sambil menanti yang sedang sarapan, biasanya anak-anak udah langsung bercanda bareng sepupunya.

Cerita Mudik Keluarga

Namun biasanya juga setelah kami ajak ke rumah tetangga ibu mertua. Yang dekat-dekat aja sih dari rumah ibu. Dan memang hubungannya juga dekat dengan keluarga mertua.


Cerita Mudik ke Boyolali, Silaturahmi Hari Raya

Begitu semua kegiatan pagi itu udah beres, rombongan yang terbagi dalam beberapa mobil, mulai bergerak ke Boyolali.

Silaturahmi keluarga Bani Muhyi ini adalah jalinan keluarga besar Ibu Mertua. Biasanya berkumpul satu tahun sekali pada hari pertama lebaran.



Silaturahmi ini udah berlangsung sejak saya belum jadi menantu ibu. Jadi begitu menikah, saya langsung masuk dalam keluarga Bani Muhyi. Wajib datang dan berkumpul untuk merekatkan tali silaturahmi dengan seluruh keluarga.

Asik sih dan saya suka sekali mengenal keluarga Bani Muhyi. Mendapat keluarga baru dan berjumlah besar bagaikan berada di lingkungan baru. Saya kadang masih bingung dengan nama masing-masing ponakan saking banyaknya.

Acaranya adalah silaturahmi dan makan-makan, hahahaa.



Jadi begitu datang di rumah keluarga yang mendapat giliran sebagai nyonya rumah dengan urutan kelahiran dari saudaranya ibu mertua, kami langsung makan.  Mencicipi hidangan yang disajikan yang biasanya selalu menggugah selera. 

Di sini nggak ada namanya diet. Makanannya berlimpah dan beragam. Misal kamu ikut hadir di sini juga pasti langsung tergoda dengan sajian makanannya. Menu makanan memang tergantung nyonya rumah. Namun karena acara berlangsung di Boyolali, sajian Sambel Tumpang tentunya nggak pernah ketinggalan. Hanya teman makannya aja yang berbeda. Tiap keluarga punya makanan khas masing-masing.

Setelah semua yang hadir mencicipi makanan. Acara pun dimulai dengan membaca ayat suci Al Quran. Kemudian ada cerita kenangan yang dituturkan oleh sepupu suami yang usianya tergolong paling tua.



Selain itu ada juga tausiyah yang biasanya diberikan oleh ustadz, suami dari sepupu. Ada beberapa yang suka sharing ilmu agama di sini. Tapi seringnya emang suaminya sepupu yang juga dosen di salah satu PTS di Boyolali.

Begitu selesai acara, dilanjutkan dengan bersalaman dan sesuai urutan keluarga ibu yang paling tua. Yang sepuh duduk di kursi. Sementara sepupu dan ponakan giliran sungkem sambil meminta doa restu dari orang tua dan bude, pakdhe, serta bulik. 

Sedihnya lebaran kali ini ada Om yang udah yang meninggalkan kami.  Rasanya jadi makin sepi. Beruntung sih yang generasi muda tetap rajin datang silaturahmi. Jadi kepergian sesepuh yang mendahului kami, tak begitu terasa. Yang muda masih setia melanjutkan tradisi setiap lebaran dengan menyempatkan hadir silaturahmi.

Seluruh yang hadir saat lebaran kalo dijumlahkan ada sekitar 100 orang, kurang lebih ya.

Itu aja kadang enggak semua bisa hadir. Jarang bisa hadir komplit semua. Saya perhatikan tiap tahun ada yang ijin nggak bisa hadir. Ada yang karena menanti kelahiran anak dan tinggal jauh dari Boyolali. Ada juga yang mudiknya gantian,  dua tahun sekali. Macam-macam pokoknya alasannya. Bagi kami nggak masalah. Karena tahun depan juga bakal bertemu saudara yang tahun ini nggak hadir.

Kalo cerita mudik kamu gimana, sahabat? Sharing yuk. Wassalamualaikum.

12 komentar:

  1. Akutu yah kak kalau denger cerita orang mudik mupeng alias muka pengen. Seru aja gitu ngerasain euforianya pulang kampung ketemu keluarga dan sanak saudara. Tapi apa daya karena gede dan tinggal di kota, ga ada kemungkinan mudik. Apa ku cari suami yg kampung jauh aja kali yah agar supaya bisa mudik bhahahaha, Btw ceritanya manis sekali kak, semoga selalu dipanjangkan umurnya untuk terus berlebaran bersama keluarga yaa. Aminnnn

    BalasHapus
  2. Kebetulan kami keluarga yang bisa dibilang tidak mudik. Semua keluarga ada di satu kabupaten Cianjur. Hanya beda kecamatan saja. Jadi mudiknya berasa kaya ke pasar. Pergi dan pulang hanya beberapa jam hehehe

    BalasHapus
  3. Senangnya ya kalau pas mudik bisa kumpul keluarga besar. Tahun ini akunya tak ikutan mudik, cuma suami doang, padahal kangen sama opor dan ketupat buatan mertua di Semarang. Dan kalau kumpul keluarga begitu, seru banget bisa tukar cerita. Semoga tahun depan bisa mudik juga ah sayanya.

    BalasHapus
  4. mohon maaf lahir dan batin ya, mbak :)
    senangnya bisa kumpul bersama keluarga besar. apa lagi yang sudah lama sekali nggak ketemu ya.
    Aku tidak mudik, mbak, hihihi

    BalasHapus
  5. Seru ya Mbak, bisa berkumpul bersama keluarga besar dari Suaminya, ramai banget pula bisa hingga 100 orang.
    Tahun ini saya gak mudik ke kampung Suami, gak sanggup jalan dengan bayi dan balita. Ngantri di pelabuhannya itu gak kuat. Lagian kalau mudik, paling di rumah doang tu juga sepi, hihihih

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya nih, ngiri dengan keseruan keluarga Mba Wati. Bisa ngumpul mpe banyaaaakk banget gitu ya. Pastinya seru banget, bisa saling bertukar cerita dengan banyak anggota keluarga dari mana-mana.

      Hapus
  6. Pasti seneng banget ya mbak kumpul dengan keluarga besar semuanya. Tiap hari diisi makan -makan canda tawa dan juga tausiyah bersama :)

    BalasHapus
  7. Aku ga mudik mbak Wati. Mudik ke rumah ibu di kabupaten sebelah dihitung mudik ga ya hahahaha

    BalasHapus
  8. Happy banget yaa, kak...
    Berasal dari keluarga besar dan memiliki banyak tempat untuk pulkam.
    Aku juga gak punya desa, tapi karena keluarga suami masih ada nenek, jadi kalau Lebaran, unjung-unjung ke eyang buyutnya anak-anak di Jombang.

    BalasHapus
  9. Keliling terus ya, selama lebaran. Senanglah karena tetap punya cerita mudik walau suami bukan orang desa.

    BalasHapus
  10. Wah keluarga besar ya kak. Bisa sampe 100 orang. Keren ih. Bisa rukun dan kompak gitu. Salut lho aku kak. Moga bisa menginsipirasi aku nih, yg kadang suka males kumpul bareng keluarga besar *upps

    BalasHapus
  11. Kangen makan-makan lontong opor lagi jadinya mba Hiday wkwkwk
    apalagi semur, aduuhh ngeces banget biasanya kalo lebaran ibuku makan itu
    aku lebaran di rumah mertua ya juga mudik ke Kendal. Bahagia tentu bisa kumpul sodara

    BalasHapus