Desember 05, 2018
BY Hidayah Sulistyowati
43 Comments
Assalamualaikum. Nh. Dini Dalam Kenangan, Tetap Berkarya Hingga Menjelang Akhir Usia.
Innalillahi wainnaillaihi rojiun. Saya mengucapkan kalimat istirja' dalam hati manakala Mba Dedew, mengabarkan berita duka. Eyang meninggal.
Sapaan kami pada Penulis dan sastrawan perempuan Indonesia, Nh Dini adalah Eyang. Sosok penulis kelahiran kota Semarang, 29 Februari 1936 ini memang pas banget kalo dipanggil Eyang.
Selasa malam itu, kabar duka mengalir di WAG. Menghentakkan kesadaran kami bahwa setelah esok, kami tak akan bertemu lagi dengan Eyang.
Nh Dini Dalam Kenangan
Saya mengenal Nh. Dini pertama kali dari karyanya. Karena tugas sekolah yang mengharuskan kami bikin resensi bukunya. Guru hanya membebaskan kami memilih salah satu buku Nh. Dini.
Sejak saat itu, saya jatuh cinta dengan karyanya. Hanya sayang sekali saya kepentok dengan stok buku karya Nh. Dini. Karena perpustakaan sekolah tidak memiliki buku yang sudah diterbitkan saat itu.
Suatu hari seorang sahabat mengajakku bertemu dan ngobrol seru dengan Eyang Nh. Dini. Sebuah ajakan yang saya iyakan karena sebelumnya saya nggak bisa ikut gabung.
Beberapa kali kami berjumpa lagi, dan lagi. Saya lebih banyak mendengarkan Eyang bercerita. Suaranya yang lembut sungguh enak didengar. Ceritanya selalu runtut. Kadang juga membicarakan kondisi kabar negeri ini.
Nh Dini Orang Yang Menghargai Waktu
Setiap kali bertemu, Eyang selalu rawuh / hadir tepat waktu. Jadi saya berusaha datang sebelum beliau.
Hidup Nh Dini berjalan teratur dan terjadwal. Pagi diawali dengan kegiatan berkebun. Ahhh, jadi ingat dengan kenangan saya waktu tinggal di rumah lama. Saya pun suka berkebun dan merawat tanaman daun serta berbunga.
Eyang mempunyai jadwal menulis dari pagi, hingga siang pukul 12.00 wib. Eyang kemudian istirahat sejenak. Kemudian beliau melanjutkan lagi menulis hingga pukul 21.00 wib.
Ketekunannya menulis bahkan di usia sepuh ini, menghasilkan karya Gunung Ungaran yang launching-nya sekitar bulan Maret 2018 di Fakultas Ilmu Budaya UGM Jogjakarta.
Ketekunannya menulis bahkan di usia sepuh ini, menghasilkan karya Gunung Ungaran yang launching-nya sekitar bulan Maret 2018 di Fakultas Ilmu Budaya UGM Jogjakarta.
Merayakan Ultah Empat Tahun Sekali
Dilahirkan pada tanggal 29 Februari, tentunya tak akan merasakan ulang tahun setiap tahun pada tanggal yang sama.
Terlahir dengan nama asli Nurhayati Sri Hardini Siti Nukatin. Tahun 2016 saya hadir dalam syukuran ulang tahun Eyang ke-80 tahun di Vina House.
Hadir saat itu beberapa sastrawan Indonesia yang juga menjadi pengisi acara. Berikut ini acara ultah Eyang yang ke-80, saya tuliskan dalam artikel berikut :
Begitu berkesannya acara ultah yang diadakan tiap empat tahun sekali, bagi saya tak ternilai. Seperti Buku Tirai Menurun yang dijadikan isi goodie bagi yang dibagikan eyang untuk tamu undangan yang hadir saat ulang tahun dua tahun yang lalu.
Karya Terakhir, Gunung Ungaran
![]() |
Launching Gunung Ungaran, buku terakhir |
Lerep di Lerengnya, Banyumanik di Kakinya. Sebuah persembahan karya yang terakhir dari Eyang Dini.
Pada usia seperti Eyang, orang bisa terperangkap dalam bilangan umur. Namun bagi eyang, masih menjadi kenangan. Banyak ingatannya dalam hidup bisa diceritakan.
Mensyukuri setiap kehidupan karena bagi Eyang hidup itu begitu berharga.
Ada yang berspekulasi bahwa karya Nh. Dini merupakan kisah nyata kehidupannya. Namun buku-buku eyang adalah autobiografi yang memiliki karakterisasi sebagai fiksi. Dan fiksi tetap lah fiksi.
Pengarang wanita tak ada yang memiliki kemampuan menulis seperti Nh, Dini. Mereka kebanyakan hanya punya biodata. Sedangkan Eyang memiliki catatan-catatan yang bisa juga disebut sebagai biografi.
Nh. Dini dianugrahi kelebihan dalam bercerita secara detil. Semua itu dikarenakan eyang memiliki kebiasan mencatat semua kejadian yang dialaminya sejak bangun pagi hingga menjelang tidur.
Bagi eyang semua kejadian yang ditemukannya saat jalan-jalan pagi, dianggap penting. Buku catatan yang berwarna merah, dijadikan pengingat saat proses kreatif menulis dimulai.
Begitu membuka dan membaca buku catatan, satu huruf, satu kata, dan satu kalimat, memori eyang langsung mengingat semua peristiwa lalu.
Ingatan eyang seperti film yang berhubungan dengan peristiwa. Terutama karena perhatian eyang yang begitu besar pada makhluk hidup. Perhatiannya pada binatang dan tanaman, membuat rumah tinggal eyang selalu asri.
Seperti yang pernah diucapkan saat launching Gunung Ungaran. Eyang menuturkan akan berhanti menulis buku.
![]() |
Launching Buku Nh Dini di UGM-Fakultas Ilmu Budaya |
"Setelah Gunung Ungaran, sepertinya saya akan berhenti menulis buku. Saya ingin istirahat dulu," tutur eyang dengan intonasi lembut.
Dan tadi pagi, saya mengingat ucapannya itu dengan hati yang pedih. Sekarang saya dan sahabat-sahabat, Dedew, Winda, Artie, Dian Nafi, tak akan lagi ada kesempatan berbincang dengan Eyang.
Selamat jalan Eyang Nh. Dini. Karya-karyamu akan selalu mengisi hari-hari kami dalam kenangan yang indah.
Wassalamualaikum.