Memaafkan, Tapi Ada Syaratnya - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Selasa, 24 Oktober 2023

Memaafkan, Tapi Ada Syaratnya

Assalamualaikum. Pernah nggak kamu ada di posisi kecewa, tersakiti, menjadi korban sebuah kondisi yang tidak seharusnya terjadi, namun ada pihak yang dengan mudahnya meminta maaf? Kata orang memaafkan itu mudah. Tapi saat kamu dalam kondisi seperti yang saya sebutkan di atas, bisa kah kamu mudah memaafkan dan melupakannya?



Kenangan Lama Yang Kembali Muncul

Kembali peristiwa yang sempat melukai hati ini muncul dalam  ingatan saat menulis ini. Saat saya masih menjadi karyawan dan harus melakukan pekerjaan sesuai job deskripsi. Namun kali ini feed back yang saya terima di luar biasanya. Fitnahan, wajah marah, teror, yang saya alami.

Apakah saya shock? Tentu saja. Saya udah bekerja selama kurang lebih 20 tahun saat peristiwa itu terjadi. Saya adalah chief account yang tugasnya membantu auditor dari pihak ketiga saat ada audit rutin. Tugas saya menyiapkan semua materi laporan keuangan dari bukti transaksi penjualan, pembelian, stok barang, piutan dan utang, dan lainnya Termasuk arus uang kas.

Intinya saya ringkas aja ya teman-teman, sebagai perusahaan induk yang memiliki anak cabang di dua daerah yang terletak di luar kota, saya lah yang bertanggung jawab menyimpan semua data utama plus pendukung. Dari data yang dikumpulkan ini udah dilakukan audit secara lengkap dan hasilnya ditemukan adanya sejumlah dana yang tidak jelas kemana hilangnya.

Sebagai pemegang keuangan perusahaan, hanya membaca laporan saja saya tahu nominal yang hilang itu digunakan oleh kepala cabang. Karena yang bersangkutan yang bertanggung jawab menerima dan mengeluarkan uang untuk kebutuhan anak cabang perusahaan di kota X. 

Namun bukannya meminta maaf pada bos kami, si pak Z ini malah ngomporin staf penjualan kantor pusat tempat saya bertugas dengan bermacam omongan nggak jelas. Ya saya katakan nggak jelas karena memang tidak berdasar bukti. 

Loh kok saya bisa tahu omongan tersebut?
Ya tentu saja saya tahu karena ada teman yang menyampaikannya pada saya. 

Nggak berhenti di sini, setiap pagi saat saya memasuki tempat kerja, wajah melengos yang akan menyambut kehadiran saya. Awalnya saya nggak paham mengapa bagian penjualan menampakkan wajah nggak enak? Oh saya langsung introspeksi, siapa tahu kan ya saya ngomong salah satu hari sebelumnya.

Namun ketika setiap hari wajah masam yang saya terima, kesadaran menampar saya. Ada juga informasi dari teman yang kantornya berdekatan dengan bagian penjualan. Klop deh saya pun tahu mengapa saya mendapat hadiah muka masam setiap hari.

Saya bukan lah orang yang takut dengan wajah masam atau ketidaksukaan dari seorang teman atau orang yang berhubungan kerja di kantor. Saya orang yang tidak pernah takut dengan ancaman kalo saya merasa benar. Jadi ya akhirnya saya diamkan sambil menanti keputusan pimpinan perusahaan.

Namun namanya juga saya manusia, tempatnya kekurangan berkumpul. Saya bukan nabi yang mudah memaafkan, apalagi saya tidak salah apapun. Yangg saya lakukan hingga mendapat fitnahan dan muka masam setiap hari gara-gara hasil audit yang saya laporkan ke pimpinan. 

Oiya saya juga mendapat fitnahan, katanya saya memakai uang perusahaan. Saya awalnya hanya tertawa mendengar info ini. Dari mana saya bisa menggunakan uang perusahaan, semua pengeluaran selalu harus mendapat persetujuan dari pimpinan dan diaudit oleh pihak ketiga.

Wah waahh, nampaknya ada yang memutarbalikkan fakta!

"Mbak Wati cerita dong ke bagian penjualan dan orang di bawah kalo yang ketahuan mencuri itu kepala cabang X,"

"Halah buat apa? Laporan audit ya diserahkan ke pimpinan, itu rahasia,"

Jawaban tegas saya ini tentu memang tidak memihak saya. Tapi saya memang nggak boleh membagikan hasil audit ke pihak yang tidak berwenang. Buat apa menjelekkan orang yang udah ketahuan salah, canda saya kala itu.

Yang salah adalah pimpinan kurang cepat merespon laporan saya dan tim auditor. Sehingga hampir dua bulan saya mendapat perlakukan tidak menyenangkan ini. 

Akhirnya saya maju ke pimpinan dan memberi ultimatum agar segera menyelesaikan masalah yang muncul dari hasil audit. Karena saya justru yang mendapat efek nggak enak. Saya sendiri nggak terganggu banget banget karena saya tidak mau memedulikan orang yang salah gara-gara mendapat info nggak jelas. Bukan saya yang mencuri kok malah saya yang kena fitnahan keji?!

Pimpinan pun mulai bersikap tegas. Namun pelaku yang mencuri ini memang pintar ngeles, saya aja gemes. Tapi bukti yang ada tak terbantahkan dan memang harus dipertanggungjawabkan. Akhirnya keputusan sudah ditetapkan, pelaku harus mengganti nominal yang diambil bila tidak ingin dilaporkan ke pihak berwajib.

Sementara bagian penjualan yang setiap pagi menyambut saya dengan wajah masam, tak pernah sedikit pun ucapan meminta maaf. 

Saya hanya tertawa menjumpai kondisi ini. Sejak awal saya mendapat perlakuan tidak adil, sudah saya maafkan semua orang yang melakukannya. Pelaku sebenarnya hanya satu orang, yang lainnya tergerak karena mendapat informasi yang salah. Ketika udah ketahuan kebenarannya, si pelaku udah meminta maaf. Namun yang paling jutek menghadapi saya tetap aja bungkam. 

Kalo teman seruangan saya bilang, dia malu karena salah. Tapi dia juga keras kepala karena tidak mau mengakui kesalahannya dan meminta maaf.



"Biar aja, yang penting aku udah memaafkannya," ucapku santai.

Kalo Ada Luka, Tidak Mungkin Bisa Sembuh Tanpa Bekas

Ya saya memang udah memaafkannya melalui tindakan sehari-hari. Saat dia butuh bantuan, saya akan ringan hati membantunya untuk urusan pekerjaan. Tanpa diminta karena saya adalah chief account yang nggak mau urusan kerja terhambat hanya gara-gara masalah salah paham yang nggak ada hubungannya dengan kerjaan kami berdua.

Ada seorang teman yang juga sesama chief account di perusahaan kami cuma beda lini produk, mengucapkan satu ide yang saya setujui.

Ceritanya teman (sebut saja Mei) di penjualan ini akan melahirkan. Saya dan teman sesama chief account ini mengajak untuk memberikan sumbangan dengan nominal lebih banyak dibanding yang lain. Di tempat kami kerja, urusan nominal sumbangan biasanya transparan. Kami akan menyebutkan sejumlah uang yang akan menjadi nilai sumbangan. Semua akan menyumbang dengan nominal sama, kecuali yang sedang tidak memiliki uang, boleh deh dikurangi.

Eh bener loh, waktu si Mei ini kembali masuk setelah cuti melahirkan, sekapnya berubah banget. Udah ramah, banyak tawa, dan menyapa saya dengan renyah kayak keripik kacang. Hahaha.

Teman sesama chief account bilang sebelumnya,"Orang seperti itu kalah dengan nilai uang yang kita berikan untuk sumbangan. Kita lihat aja nanti gimana setelah dia masuk kerja,"

Ohhh sungguh saya tidak menyangka sebegitu kecilnya nilai si Mei ini di mata saya dan teman saya. 

Dia tidak tahu bahwa ada luka yang akan selalu membekas di lubuk hati saya, karena selama kurang lebih dua bulanan itu jutek perlakuannya pada saya. Gampang marah, uring-uringan, yang berimbas ke semua orang di lingkungan kerja. Memang orangnya temperamental banget dan kami temannya malas mengingatkan saat kondisinya seperti itu.

Sejak peristiwa yang menyakiti hati saya, ada rasa enggak berakrab ria dengannya. Mungkin itu sikap defensif yang saya pasang agar tidak lagi terlukai. Oh iya saya pernah menuliskannya agar kesehatan mental saya terjaga.


Urusan memaafkan memang sudah saya lakukan meski tanpa diminta. Namun ada syaratnya, saya malas bergaul lebih dekat seperti sebelumnya. Ini juga menyangkut kesehatan mental saya agar tetap terjaga. Demikian cerita saya ketika ada teman yang melukai tanpa meminta maaf. Saya maafkan, tapi... Wassalamualaikum.




#YukNgeblogLagi
#NgeblogAsyikBarengKEB

Tidak ada komentar: