Mei 19, 2020
BY Hidayah Sulistyowati
18 Comments
Berkebun Menjadi Self Healing Ketika Pandemi

Assalamualaikum Sahabat. Saya terlahir dan tumbuh dewasa sebagai orang kota. Bahkan sampai berkeluarga pun masih setia menempati rumah di tengah kota. Padahal saking pengennya jadi orang desa, saya dulu sempat berujar mau mencari jodoh orang desa. Ternyata semesta tak mendukung, wkwkkk.
Mengapa sih saya begitu pengen tinggal di desa? Entah lah, saya sendiri nggak yakin alasan yang sebenarnya. Cuma karena rumah masa kecil saya itu di gang kecil, dan bertetangga dengan penjual yang boro atau merantau di Semarang. Rata-rata mereka berasal dari Delanggu.
Saya pernah minta ibu untuk diijinkan ikut tetangga pulang kampung. Mereka biasanya pulang kampung saat nyadran. Yaitu kegiatan tradisi membersihkan makam dan selamatan. Kebetulan salah seorang tetangga ada yang seumuran dan dia ikut pulang kampung ibunya. Ibunya memang salah seorang keturunan warga Jati Rogo, Delanggu.
Sejak saat itu setiap kali ada teman atau keluarga bapak ibu saya yang pulang kampung, saya tak mau ketingalan ikut mereka. Siapa yang punya kampung gitu, saya dengan pede mengajukan diri ikut pulang. Saya melakukan ini sampai udah jadi mahasiwa, ahahaha.
Saya memang menyukai tanaman hijau. Kesukaan ini mengantarkan saya mengikuti kegiatan ekstrakurikuler Pramuka dari SD hingga SMA. Di SMA pun saya masuk grup pecinta alam. Bahkan saat kuliah, saya pun ikut aktif di kegiatan WALHI kampus Politeknik Undip (sekarang : Polines).
Memandang pepohonan bikin pikiran tenang, hati pun senang. Mencium aroma daun, atau menyentuh embun di permukaan daun, menjadi sensasi yang bikin kangen. Hal ini mampu mengirimkan signal ke otak dan memproduksi lebih banyak serotonin.
Udah tahu kan, kalo serotonin itu memiliki fungsi mempengaruhi suasana hati. Serotonin juga berperan sebagai pencernaan, proses pembekuan darah, pembentukan tulang, dan fungsi sek**al.
Kegiatan berkebun memang bikin saya melupakan huru hara warga negeri ini yang dengan bebasnya ke mall, memilih baju baru, atau buka bersama.
Cemas Muncul Membaca Berita Tentang Covid-19
Sejak covid masuk ke Indonesia, saya masih santai memang. Kayaknya waktu itu masih sedikit orang yang terpengaruh dengan berita dua orang perempuan, ibu dan anak yang menjadi PDP.
Namun semua berubah begitu menjelang akhir Maret, penderita PDP mulai bertambah. Semua kegiatan sejak pertengahan bulan Maret dilakukan di rumah. Dari belajar, bekerja, semua dilakukan dari rumah saja.
Informasi seputar covid sangat deras mengalir disajikan di portal berita, di share di grup WA, dan semua sosial media lainnya. Banyak yang kemudian menjadi cemas, dari versi ringan hingga berat. Bahkan ada yang butuh curhat karena membaca info menjadikan hatinya parno, jantung deg-degan, pikiran kalut dan pusing kepala.
Saya sendiri terpengaruh nggak sih dengan info seputar covid?
Awalnya iya, banget. Kemudian saya japrian dengan teman dan adik ipar yang bekerja sebagai tenaga kesehatan. Saya juga mencari tahu tentang covid dari teman blogger yang bekerja di dinas kesehatan. Saya mulai membatasi diri dengan tidak membaca semua info di portal berita. Baik yang di share di grup WA maupun di sosial media lainnya.
Kemudian seperti ketika saya memiliki masalah, ada langkah yang sudah membantu meringankan kesedihan atau rasa nggak nyaman karena pandemi ini. Artinya sebelum ada pandemi, seiring usia saya tentunya udah beberapa kali mengalami masalah. Dari masalah kerja, dengan teman kerja, dengan bos, dengan tetangga, dan siapapun yang mungkin terjadi selama ini. Saya tidak langsung menanggapi dengan emosi.
Ada prosedur yang menuntun saya mengambil keputusan, apakah akan defensif, assertiv, atau cuek? Tergantung tentunya dengan ringan atau berat masalah yang muncul.
Saya tak pernah mengijinkan seseorang melukai hati. Caranya adalah dengan mengandaikan seseorang sebagai subyek, dan masalah sebagai obyek. Jadi masalah yang harus dicari solusinya, bukan bermusukan dengan orang yang bikin masalah.
Sampai sejauh ini, paling aman memang peduli pada diri sendiri dahulu. Orang lain itu pelengkap kebahagiaan. Kalo orang lain jahat pada kita, nggak penting. Dia bisa dihilangkan kehadirannya jadi bahagia saya tak akan terusik.
Menyembuhkan luka hati dari masalah dengan orang lain memang kembali pada diri sendiri. Sepanjang kalian bisa lebih memedulikan kebahagiaan diri sendiri, tak penting kok sikap atau ucapan orang lain tentang kita.
Mulai lah dengan ritual sejak pagi sehabis shalat, ajak diri sendiri untuk berbicara. pikirkan hal baik yang sudah kalian kerjakan, rejeki yang sudah diterima, mengucapkan syukur, dan tersenyum lah. Berterima kasih pada diri sendiri yang telah berani jujur mengungkapkan kesedihan. Menangis pun tak apa. Agar luka hati bisa terlepas dari selongsong di lubuk yang terdalam.
Seperti cemas yang muncul saat mengetahui warga yang tidak patuh saat antri di kasir. Pengennya sih saya tegur ya karena mereka tidak mau berdiri di tanda antrian yang udah disediakan pihak pengelola supermarket. Namun percuma dong saya jelasin kalo aslinya memang mereka adalah warga yang covidiot.
Saya hanya bisa istighfar dan berharap mereka mau mengetahui cara penyebaran virus covid. Saya menyadari bahwa tidak semua orang mau menyisihkan waktu untuk membaca berita. Mereka senang share berita di WAG, namun belum tentu sudah membaca sebelumnya. Yah, warga negeri ini memang rendah literasi.
Pilihan Berkebun Sebagai Self Healing Agar Hati Tenang

Pandemi covid ini telah mengganggu banyak hal, dari kesehatan, ekonomi, hingga hubungan sosial antar manusia. Baru kali ini warga dunia dituntut untuk diam di rumah. Melakukan semua kegiatan dari rumah. Karena memang tempat teraman adalah rumah.
Nggak hanya pemilik pribadi ekstrovert yang terganggu karena tidak bisa bertemu dan menjalin komunikasi secara langsung dengan orang lain. Mereka yang memiliki pribadi introvert pun juga merasakan kesepian. Terutama kalo si introvert ini merasa nyaman dalam lingkungan yang sudah dikenalnya secara dekat.
Saya adalah si introvert dari SD hingga SMP. Saya pun berusaha membuka diri ketika belajar di SMA karena kritikan dan saran seorang sahabat. Jadi saya si introvert yang bakal measa nyaman dengan lingkungan pertemanan yang udah lama kenal. Saya bisa menjadi pribadi yang ceria dan bercerita banyak hal pada orang yang udah akrab sejak lama.
Ketika harus di rumah aja, awalnya saya senang. Nggak apa lah menurut anjuran pemerintah. Bukankah saya selama ini juga bekerja dari rumah?
Namun setelah mengisi waktu di rumah dengan berkreasi menu baru, nontn film di channel TV, kebosanan mulai datang. Saya memang nggak bisa diam sih. Jadi harus ada kegiatan yang bakal bikin saya bergerak. Bosan kan kalo harus duduk seharian di depan TV, atau baca buku?

Saya mulai menengok teras rumah di depan. Tempat tembok pagar dengan pot yang berjajar dan tanaman yang beragam. Saya mulai membenahi gulma di pot, memotong ranting kering dan daun kuning. Trus udah selesai, mau ngapain lagi?
Ahh, ternyata nonton channel di YouTube pun ada juga manfaatnya. Saya mulai tertarik untuk menanam beragam sayuran dan cabe. Cabe kan ada banyak jenisnya, dari cabe keriting, cabe rawit setan, cabe rawit hijau, cabe scorpion, cabe gendot, cabe rainbow, dan lainnya.
Foto di bawah ini adalah tanaman baru berupa semaian benih pok coy, cabe keriting, kemangi, tomat marglobe, dan daun bawang. Saya senang juga dengan tanaman daun mint yang tetap sehat setelah beli di tempat jual tanaman.
Ternyata dengan kegiatan berkebun ini, saya mendapatkan manfaat. Apa aja sih manfaatnya, yuk teruskan membacanya ya.
Berkebun, meski lahan di rumah saya sempit, mampu menarik fokus saya pada kegiatan yang menyenangkan. Kalo semula saya tiap hari buka info tentang covid di laman resmi pemerinah daerah Jateng. Dan saya juga ngecek jumlah orang dengan PDP, ODP, atau OTG yang ada di aplikasi jarak terdekat dengan rumah saya. Hasilnya kadang bikin saya dag dig dug kalo ada pertambahan penderita.
Situasi pandemi memang sulit, banyak yang menghadapinya dengan kemarahan, sedih, emosi, dan belasan perasaan lain. Tiap orang butuh menyembuhkan kesedihan atas rasa tak nyaman ini dengan me time dan tidak terus menerus mencari info covid.
Saya sendiri memilih berkebun untuk self healing bagi diri sendiri. Dengan merawat tanaman yang ada di teras depan rumah, saya kadang bisa menghabiskan waktu sejam hingga dua jam lebih. Dari membersihkan rumput liar di pot, mengambil daun kuning, memotong dahan yang tidak berguna, agar tanaman tumbuh sehat.
Bagi orang yang tak menyukai berkebun, tentu gak yakin dengan pilihan kegiatan ini. Mereka bisa saja menganggap berkebun itu rumit, kotor, dan panas karena kena sinar matahari.
Sementara bagi saya dan orang yang menyukai berkebun, kegiatan ini sesuatu yang menyenangkan. Kadang melihat kuncup baru tumbuh saja, mampu membuat hati bersorak kesenangan. Seperti saat saya menyaksikan benih pok coy yang saya tanaman hari Minggu jam 10 lebih, gak sampai dua hari udah muncul sprout atau calon daun. Saya jadi meloncat girang di teras, padahal itu selasa abis shubuh loh. Hihihii.
Ternyata apa yang saya rasakan ini merupakan efek mampu melarikan diri dari kebosanan dan rasa cemas dari berita tentang covid. Berkebun mampu membuat saya fokus dengan memberikan kesempatan bagi bagian otak untuk lebih kreatif. Seperti yang dituturkan oleh Dr. Joshua Klapow Ph.D.
"Berkebun itu melibatkan ketrampilan kognitif dan motorik. Ada rasa menempatkan perhatian orang pada sesuatu yang positif,"
Rasa bahagia atau panik itu bisa menular karena pada intinya manusia terutama masyarakat Indonesia memiliki konformitas yang tinggi. Jika orang-orang sudah panik, maka mereka bisa menjadi agresif. Mungkin kah orang-orang yang kemarin menyerbu mall di Ciledug itu ungkapan kepanikan karena kelamaan di rumah?
Hmm, saya nggak yakin. Karena orang yang sudah di rumah dengan niat menahan penyebaran virus, akan tetap di rumah kalo mengetahui korban masih saja bertambah.
Coba deh lakukan kegiatan yang menyenangkan, yang bikin rasa cemas, panik, maupun sedih bisa dihempaskan.
Saya selama pandemi memang lebih banyak di dapur dan berkreasi menu baru serta mengulang menu lama yang jarang dimasak. Namun saya juga perlu menemukan kegiatan yang lebih banyak lagi agar pikiran teralihkan dari rasa sedih. Atau bisa mengalihan rasa cemas melihat rang-orang yang masih santuy berkerumun di kafe atau angkringan.
Itu lah kenapa saya juga sharing di sosial media dengan menu berbuka. Atau cerita tentang kebun di lahan sempit yang saya lakukan. Saya ingin menularkan hal-hal positif seperti itu untuk menguatkan sesama. Bahwa ibu-ibu bisa kok merawat tanaman meski katanya gak punya bakat. Atau bikin jajanan yang hits, seperti donat, brownis, dan lainnya. Yang penting lakukan kegiatan dengan hati ringan dan senang. Lakukan dengan tekun dan percaya diri bahwa kalian bisa.
Tetap bersabar di rumah aja dengan melakukan kegiatan yang menyenangkan. Gak apa juga nonton drakor kalo itu bikin pikiran bisa teralihkan dari info tentang covid atau tingkah warga negeri ini yang covidiot.
Tetap jaga silaturahmi dengan saling menyapa di dunia maya, via chat WA, atau pun video call. Saling berkabar seperti ini bisa menguatkan, membangun suasana positif selama pandemi masih bercokol di negeri ini. Yuk saling menyemangati agar tetap di rumah dengan sharing kegiatan yang seru dan bikin hepi, sahabat. Wassalamualaikum.