My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi: Jogja
Tampilkan postingan dengan label Jogja. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Jogja. Tampilkan semua postingan

Senin, 14 November 2022

Healing Bareng Bestie di Tebing Breksi dan Candi Ijo Bareng Bestie
November 14, 2022 25 Comments

Assalamualaikum Bestie. Minggu lalu saya diajakin suami ikutan silaturahmi di rumah temannya di Jogja. Kali ini kami perginya nggak bersama anak-anak. Tapi kami pergi berombongan naik bus bersama bestie yang asik dan rame. Saya baru kenal beberapa bulan ini. Mereka adalah teman suami kala sekolah dasar yang belum lama ini reuni. Dan yang berangkat kebanyakan pasangan suami istri, ada juga yang masih single. Rencananya setelah silaturahmi kami akan healing di Tebing Breksi dan Candi Ijo.


Minggu pukul 6 pagi saya dan suami udah boncengan  motor menuju titik kumpul di dekat sekolah dasar mereka di kawasan Seteran, Semarang. Saya hanya bawa bekal jeruk 2 kg dan biskuit serta air mineral. Nantinya kami akan mendapat sarapan di bus, ada donatur yang udah nyiapin nasi kotak. 


Kami udah ngumpul tapi bus nya belum datang. Dari pada bengong, kami ngobrol untuk ngisi waktu, bercanda agar tidak bosan nungguin bus. Rasanya kok kami jadi kembali ke masa anak sekolah ya. Yah gitu deh, usia udah setengah abad lebih tapi masih suka ngumpul dan dolan. Kalo ngumpul pasti seru karena saling mengolok tanpa ada yang ngambek. Udah tua nggak cocok kan kalo suka ngambek.


Begitu bus nya datang langsung deh diserbu. Tapi nggak ada yang berebut karena peserta wisata ini hanya 18 orang. Sementara bus berkapasitas 25 kursi. 


Saya duduk dengan suami? Enggak dong! Di rumah udah berduaan tapi kalo di luar rumah enaknya duduk terpisah. Jadi saya duduk dengan teman perempuan suami yang kebetulan juga teman SMP kami. Oia udah tahu kan kalo saya dan suami adalah teman satu SMP? Kalo baru tahu juga santuyy aja ya geesss.


Tetap Ceria Selama Perjalanan di Dalam Bus


Paling asik kalo dalam perjalanan itu duduk santuy, nyanyi, bercanda bersama teman serombongan. Ada sih yang hilir mudik jalan ke belakang balik depan, tapi sambil bagi nasi kotak. Ada juga yang bagi-bagi air mineral, jajanan, atau perman. Kok nggak abis-abis yang dibagikan? Ya iya lah tiap orang bawa bekal lumayan banyak dengan maksud dinikmati barengan di dalam bus. Kantong yang nempel di kursi depan kita, langsung penuh isi jajanan, alhamdulillah yaa.


Eh tadi begitu bus jalan kami udah berdoa bersama, semoga perjalanan lancar tanpa hambatan. 


Perjalanan selama 3 jam tidak terasa karena ngobrol sepanjang jalan. Meski sesekali mata digayut kantuk. Namun ketika ada celetukan iseng mengundang tawa, kantuk langsung lenyap. Teman-teman suami dengan pasangannya adalah orang yang asik. Mereka sekelompok orang yang apa adanya dan tidak pernah jaim saat bertemu. Dan saya nyaman berkumpul dengan mereka. 

Silaturahmi di Rumah Sahabat

Rumah yang kami kunjungi berada di kawasan wisata, dekat banget dengan Situs Ratu Boko. Itu artinya kami akan mampir berkunjung ke tempat wisata dekat kawasan itu. Tapi bukan ke Situs Ratu Boko. Di kawasan itu banyak tempat wisata. Nanti ya setelah silaturahmi di rumah teman, akan saya ceritakan kami wisata di mana. 


Acara silaturahmi berjalan asik, santai, namun tetap ada seriusnya. Karena acara dijalankan dengan urutan layaknya pertemuan rapat. Ada pembukaan, kata sambutan tuan rumah, sambutan ketua, laporan keuangan, dan tentu saja menikmati sajian hidangan dari tuan rumah.



Seru acaranya, kudapannya juga enak sesuai selera kami penyuka jajanan tradisional. Rasanya meski makan sedikit hati tetap hepi karena banyak yang nemenin makan. Saya udah terbiasa makan siang sendirian karena suami dan anak-anak hanya bisa sesekali aja nemenin. Dengan kesibukan masing-masing tentu saya ikhlas. Makanya kalo ada acara ngumpul, saya senang bisa ikut silaturahmi dengan bonus makan bersama, hahahaa.


Foto Syantik Bareng Bestie di Tebing Breksi


Setelah makan, shalat, dan istirahat sejenak, kami berpamitan undur diri. Dan tuan rumah yang baik mengajak kami wisata di tempat terdekat dari rumah. Ahhh senangnya ya punya teman baik yang memahami kebutuhan kami healing.


Tempat pertama yang kami tuju memang sudah dibicarakan saat istirahat usai makan dan shalat. Tebing Breksi sengaja dipilih karena ingin menikmati suasana jelang sore dan tentu saja foto-foto.


Setelah memutuskan di mana tempat sesi foto, kamera pun mulai beraksi. Sayang suami saya memilih duduk di depan tempat parkir. Karena ada teman kami yang nggak memungkinkan untuk keliling menyusuri spot foto. Jadi jangan dicari yang mana suami saya. Tapi nggak masalah karena kami pernah berkunjung ke tempat ini setahun yang lalu. 


Jadi kalo ingin mengenal Tebing Breksi bisa loh baca cerita saya di blog ini. Di aratikel ini saya nggak akan menuliskan detil tentang Tebing Breksi yang viral hingga hari ini. Dan menjadi salah satu tempat wisata wajib dikunjungi bila kamu sedang di Jogja.


Silakan baca di sini : Mengunjungi 3 Tempat Dalam 1 Hari


Sekitar 1 jam kemudian kami diajak berpindah tempat yang jaraknya hanya 15 menit perjalanan. Kali ini kami meninggalkan bus di tempat parkir wisata Tebing Breksi. Akan kemana kah kami? Yuk baca di bawah ini, bestie.


Mendaki Candi Ijo


Jadi kami ke tempat wisata berikutnya naik apa? Hmmm, bentar ya saya ceritakan dulu. Tuan rumah acara sudah menyiapkan mobil keluarga untuk mengantar kami hingga tiga kali bergiliran dalam tiga rombongan. Keren ya sampai segitunya, nggak kenal rasa lelah mengantar kami, menyenangkan kami semua. Itu lah yang namanya teman terbaik. Tapi saya melihat teman-teman suami ini saling mendukung, suka berbagi, dan tidak mengenal kaya atau miskin. 


Saya ikut rombongan pertama yang diantar hingga ke lokasi, yaitu Candi Ijo. Pandangan pertama di tempat parkir udah bikin hepi. Ada gardu pandang yang juga dijadikan spot foto. Asik kan yaaa?


Bergiliran kami foto karena ada aturan tertulis tempat itu hanya boleh memuat 3 orang. Peraturan untuk keamanan ini mesti diikuti ya sob. Peraturan dibuat untuk ditaati karena demi keamanan bersama tentunya.


Setelah foto-foto jangan lupa juga untuk mengisi recehan, yaitu 3 ribu. Tapi kalo kamu baik hati dan suka sedekah, boleh kok ngisinya dilebihkan gitu. 


Setelah puas foto-foto dan rombongan pun lengkap, kami berpindah ke tempat wisata Candi Ijo. Jangan nyari candi yang warnanya ijo, kamu nggak bakal menemukannya. Saya juga belum googling mengapa dinamakan Candi Ijo padahal bangunannya tidak berwarna ijo.

Gambar atas adl candi paling bawah
Setelah itu ada anak tangga menuju ke atas

Kami menaiki anak tangga setapak demi setapak. Ya ampun pemilik tulang ini mesti bersabar kayaknya, hahahaa.


Ya gimana sih, usia udah 54-57 tahun kok masih suka naik anak tangga. Tahu kan kalo anak tangga bikinan pemahat candi itu jaraknya sama sekali tidak ergonomis. Napas udah mulai engap tapi semangat masih menyala. Saya meyakini kalo kami mampu sampai di pelataran candi paling atas. 


Saya pun memberikan semangat manakala ada yang menyerah dan kembali turun. 


"Ayo bisa yookkk... strategi nggak gampang engap adalah, naik satu anak tangga berhenti. Boleh foto selfi sambil tarik napas dalam dalam dan hembuskan perlahan,"

Anak tangga terakhir menuju
candi paling atas

Gitu terus tiap ada yang mengeluh. Meski saya sendiri aslinya juga udah merasa engap. Tapi saya orang yang suka tantangan meski tetap mengukur kemampuan diri. Dan saya merasa diri saya mampu menaiki anak tangga dengan langkah pelan tapi yakin sampai di anak tangga terakhir.


ALHAMDULILLAAAH... Senang banget waktu pucuk candi terlihat. Saya nggak mau takabur dengan berlari. Napas tua ini mesti diatur dengan lebih kalem. Padahal pengennya segera mencari spot foto paling kece. 


Dan lebih hepi lagi karena kami akhirnya bisa sampai semua di atas. Heboh deh semuanya mengeluarkan ponselnya untuk foto selfi. Saya memilih saling membantu fotoin teman dan sebaliknya juga mereka bantuin fotoin saya.


Namun setelah euforia kebahagiaan karena mampu menaklukkan rasa putus asa dengan tiba di pelataran tertinggi candi, kami pun mulai berkumpul. Salah seorang mulai mengatur gaya kami untuk sesi foto yang rasanya nggak selesai-selesai.


Sayang juga ya kondisi pengunjung tidak begitu banyak. Apakah candi ini tidak mempesona? Enggak juga loh. Bangunan candi itu sebuah mahakarya dari leluhur kita jaman dahulu. 


Untuk kebersihan cukup terjaga meski ada sampah di beberapa tempat tapi hanya satu dua gitu. Untuk tiket masuk juga terjangkau banget karena per orang dikenakan tarif 7 ribu rupiah.


Tapi ada senangnya juga ya dengan area candi yang pengunjungnya sepi begini. Kami jadi nyaman foto tanpa bocor, hahahaa. Puas banget foto-foto di sini tapi nggak akan saya pamerkan semua di sini. Takut pembaca blog ini muak dengan foto gak jelas kami serombongan.


Sepulang dari wisata bersama bestie, ya saya sudah menganggapnya begitu. Karena tiap kali kami bertemu yang ada hanya menertawakan apa aja. Hidup terasa mengalir, tiada beban apapun. Saya bersyukur diajak suami untuk gabung dan menjalin pertemanan dengan mereka. Rasanya berkah memiliki teman baru di usia senja ini. 


Saya jadi teringat dengan teman blogger Rani Noona yang tinggal di Kudus. Dari artikel di blog yang pernah saya baca (maaf ya mba Ran, nggak semua dibaca), ada satu yang menarik minat. Jurnal Syukur artikel yang menurut saya sangat pantas dijadikan pilihan bacaan. Terutama untuk kalian yang masih menyimpan luka-luka masa lalu yang belum terselesaikan. Meski bisa aja menjadi bacaan semua perempuan yang menyandang status ibu. Coba deh sempatkan waktu untuk membacanya. 


Tapi kalo kalian nggak memiliki luka masa lalu, nggak masalah juga untuk membacanya. Dari artikel ini saya ikut belajar tentang self healing yang sederhana. Membuat jurnal syukur bisa jadi self healing. Betapa bersyukurnya bisa mengingat nikmat yang kalian rasakan seharian ini dan menuliskannya di media apapun. 


Ahhh rasanya tulisan ini pun merupakan jurnal syukur, ungkapan terima kasih pada teman-teman suami dan pasangannya masing-masing. Yang telah merangkul saya menjadi keluarga mereka. Kalian pernah juga masuk dalam sebuah perkumpulan orang-orang baik yang bersahaja seperti saya, bestie? Semoga udah ya dan mari kita rawat silaturahmi dengan mereka. Wassalamualaikum.

Reading Time:

Senin, 14 Juni 2021

Belanja Pot Terakota di Kasongan Jogjakarta, Lebih Murah atau Mahal?
Juni 14, 2021 23 Comments

 


Assalamualaikum Sobat. Kota Jogja katanya terbuat dari kangen dan kenangan. Ada juga yang bilang kalo Jogja adalah kota mantan. Ahh syudah lah terserah apa kata netizen. 


Yang jelas Jogja bagi saya dan suami, bahkan anak-anak kami, adalah kota yang banyak menyimpan memori. Dari masih pacaran, saya dan suami udah sering ke Jogja. Eh ngapain aja berdua ke Jogja? Jangan ngeres dulu ah pikirannya, hahahaa. 

 

Ceritanya suami pacar waktu itu diminta tolong anter duit untuk adiknya yang ngekost di Jogja. Jaman belum ada mesin ATM, ketahuan ya kami kuliah tahun berapa,wkwkwk. Tapi seringnya ke Jogja untuk ngurus pekerjaan kantor. Lah kok ternyata aku udah suka ngekor calon suami sejak sebelum nikah. Hmmm.


Tapi pernah juga kami beberapa kali pergi nggak berdua aja. Bareng teman-teman kantor, teman dolan, bahkan sama keluarganya juga. 


Begitu menikah Jogja makin sering disambangi. Anak-anak pun diajak sambil pulang nya mampir wisata. Jadi kalo ada yang nanya, udah berapa kali ke Jogja? Maaf saya lupa saking seringnya ke Jogja.


Apalagi sejak tahun 2013, suami bekerjasama dengan minimarket untuk merenovasi gedungnya. Dan Jogja masuk dalam salah satu kota yang jadi tanggung jawab suami. Otomatis kota Jogja makin sering dikunjungi. Meski nggak setiap suami ke Jogja, saya lantas ikut. Biasanya lihat situasi juga. 


Staycation keluarga suami

Kebetulan tanggal 10 April 2021 saya dan keluarga kembali mengunjungi kota Jogja. Kali ini bersama keluarga suami. Ada mbak ipar dan suaminya, adik ipar dan suami juga anak-anaknya. Kami menginap di Crystal Lotus Hotel yang letaknya dekat dengan Sleman City Mall. Jadi kalo kalian datang dari arah Muntilan, hotel ini terletak di sisi kanan jalan. Setelah Jombor dan Sleman City Hall. Baca aja yuk review ala saya.


Silahkan baca : Hotel Murah di Jogja Dekat Jombor


Jadi tulisan ini adalah kelanjutan dari cerita menginap di Crystal Lotus Hotel. Malam sebelumnya di grup WA keluarga udah nanya mau kemana aja selama di Jogja. Mengingat kondisi pandemi, kami sengaja nggak ingin wisata seperti biasanya. Daaan... mumpung sedang di Jogja, kami memutuskan untuk jalan-jalan di Kasongan. Siapa tahu ada yang pengen belanja pot terakota. 


Dari anak dan menantu Ibu mertua, cuma 2 orang yang nggak suka berkebun. Udah kebayang sih hari ini bakalan nggak sekadar jalan-jalan. Pasti bakal ada yang belanja pot terakota atau malah borong borong, hahahaa.


Pot Terakota Yang Sedang Happening

Sejak pandemi kegiatan yang berhubungan dengan hobi makin marak. Terutama menghias rumah dengan tanaman. 


Namun saya dan adik ipar sejak lama banget udah suka berkebun. Hanya mbak ipar yang tinggal di Pekalongan yang baru memulai hobi berkebun. Dulunya sih ada tanaman di bawah pohon Mangga, namun kurang begitu diperhatikan. Hanya disiram gitu aja.


Sejak pandemi, koleksi tanaman Mbak kami bertambah. Saat dia mengirim gambar tanaman koleksinya, komentar di antara anggota keluarga pun ramai. Karena koleksi tanamannya nyaris menutup teras depan rumah. Pot tanaman ditaruh di rak-rak yang sengaja dibuatkan oleh menantunya.


Saat itu pandemi baru berjalan tiga bulanan. Kebayang deh tiap minggu pasti Mbak ipar borong tanaman. Dan saya teringat dengan kiriman paket belanjaan dari toko online yang hampir seminggu sekali datang ke rumah. Hmmm, sama aja nih.


Selain tanaman, baju untuk mempercantik tanaman pun tak kalah marak. Dari pot dengan bahan baku plastik, rotan, eceng gondok, dan yang sedang happening adalah tanah liat atau kerap disebut terakota.

Siapa yang nggak gemes
lihat pot kece gini?!

Awalnya pot Terakota ini hanya untuk tanaman sukulen dan kaktus. Ada juga yang digunakan untuk menanam anggrek, bentuknya ada yang berlubang. Seiring pandemi yang diikuti merebaknya hobi berkebun, pot terakota ikutan naik daun.


Mengapa Pot Terakota?

Entah siapa yang memulai, namun sa at tanaman diberi baju pot terakota memang terlihat cantik. Bahan pot yang terbuat dari tanah menjadi kontras dan keren. Coba deh dilihat tampilan tanaman di bawah ini.



Tanah liat yang merupakan bahan pot terakota memiliki keunggulan kalo dipandang dari sudut keberlanjutan pemakaiannya. Bentuknya juga beragam, memiliki keunikan, dengan bentuk lucu yang bisa jadi hiasan menarik.



Gemes ada anak gajah

Pot terakota memiliki keunggulan dengan pori-pori karena terbuat dari bahan alam tanah liat. Perkembangan akar menjadi lebih baik dengan lancarnya ketersediaan udara. Kelembabannya terjaga dan mudah menyesuaikan saat musim kemarau maupun musim hujan. Jadi meski setiap hari saya siram air ke media di pot terakota, tanaman aman saja. Hasilnya terlihat saat pot terakota saya pakaikan untuk tanaman monstera, tumbuh subur dan rutin muncul daun baru.


Namun disamping memiliki keunggulan tentu juga ada kelemahannya. Yaitu harga relatif lebih mahal dibanding pot plastik. Meski ada juga dengan ukuran sama namun harga juga bisa lebih mahal pot plastik. Terutama kalo pot plastik terbuat dari bahan yang berkualitas bagus.


Ada lagi kelemahan lain dari pot terakota? Ada pastinya. Pot terakota ada yang terbuat dari tanah liat yang tipis cenderung gampang retak bahkan rawan pecah. Terutama kalo kalian masih memiliki putra putri di bawah usia 10 tahun yang suka lari-lari di dalam rumah. Jadi bukan salah putranya ya, salah yang naruh pot di area bermain di dalam rumah, hihiii.


Perawatan Pot Terakota

Kekurangan pot terakota selain rawan retak atau peceh masih ada lagi. Terutama kalo saat membeli pot masih polos dan belum berglasir. Biasanya seiring waktu pot terakota ini akan tumbuh lumut atau jamur putih. 


Tumbuh jamur putih

Namun nggak perlu bingung juga. Kalian bisa membersihkan jamur putih itu dengan lap atau sikat. Memang perawatan pot terakota lebih ribet dibandingan pot plastik yang cukup disirap air udah bersih. Namun kalo kalian telateh membersihakannya tiap periode tertentu, kegiatan ini anggap aja sebagai bagian dari berkebun.


Ada solusi agar pot terakota tidak muncul jamur dibagian luar. Setelah membeli dan sebelum digunakan untuk menanam tanaman, lakukan satu hal ini. Yaitu lapisi pot terakota dengan cairan pelindung. Tentunya pilih cairan yang aman untuk tanaman karena nantinya akan meresap di bahan pot yang alami.


Untuk bahan cat ada banyak pilihan. Namun saya lebih menyukai warna coklat alami yaitu pernis bening. Bahan ini tidak mengandung zat warna namun bisa sebagai pelindung pot terakota dari paparan sinar matahari hingga goresan suatu benda. Pot juga lebih terlhat berkilau dibanding yang tidak diberikan cat pernis.


Mau Belanja Pot di Jogja? Lebih Murah atau Mahal?

Ada yang bilang kalo beli pot terakota enak di tempat produsennya. Benar kah saran ini? Tergantung bila lokasi produksi memang dekat dengan tempat tingal kalian. Kalo kalian ingin mendapatkan pot terakota dengan harga murah solusinya dengan melakukan perbandingan.


Sebelum pandemi, sekitar tahun 2005 saya udah pernah ke Kasongan untuk membeli pot terakota. Saat itu Kasongan belum terlihat seperti sekarang ini. Perubahan memang nampak setelah gempa yang terjadi di Kasongan pada tahun 2006.


Seperti yang udah saya sebutkan di awal tulisan ini, saya kerap menemani suami kalo kerja di Jogja. Saat itu usia si bungsu udah 5 tahunan. Jadi seberes ngurus kerjaan, kami diajak suami menginap di hotel. Esok paginya wisata di kebun binatang Gembira Loka dan mampir ke Kasongan belanja pot dan lainnya.


Belanja pot terakota
di Kasongan

Nah belanja pot terakota, kursi atau meja dari bahah tanah liat di Kasongan memang terkesan lebih murah. Bandingkan saja saat tahun kemarin saya belanja pot terakota di Semarang, ukuran diameter 22 harganya 48 ribu. Tinggi pot sama dengan ukuran diameternya. Sementara pada bulan April 2021 kemarin, saya belanja pot di Kasongan dengan ukuran diameter 30 cm dan tingginya 40 cm harganya 35 ribu rupiah.


Jadi lebih murah beli di Kasongan? Iya! Tapi kalo kalian khusus datang ke Kasongan untuk beli pot terakota jatuhnya jadi mahal. Hitung aja ongkos BBM, makan sekeluarga, biaya tol, dan lainnya tentu biayanya banyak. Lebih enak beli di kota asal, kan?!


Berbeda jika tujuannya wisata di beberapa destinasi wisata dan pulangnya kalian mampir belanja pot di Kasongan. Berasa wisata belanja. Dan ingatan biaya perjalanan nggak dirasakan, hahahaa.


Intinya bila kalian sedang wisata di Jogya, boleh aja mampir ke Kasongan belanja pot. Namun kalian harus memperhatikan juga kapasitas ruang untuk menyimpan pot selama di perjalanan. Bagi kalian yang membawa mobil pribadi, perhatikan dulu apakah masih ada ruang di bagasi mobil. Jangan sampai terjadi, udah kalap belanja pot saking harganya murah, eh nggak ada ruang kosong di bagasi mobil. Kecuali kalian beli pot ukuran kecil untuk sukulen. 


Tips dari saya, perhitungkan ruangan kosong di bagasi mobil. Jangan mengambil jatah tempat penumpang menyelonjorkan kaki untuk meletakkan pot. Karena perjalanan jauh menjadi nggak nyaman bila berdesakan dengan pot atau barang belanjaan lainnya. Dan saat liburan menjelang bulan Ramadan kemarin, saya hanya beli 1 pot ukuran besar di Kasongan. Harganya muraaah. Cuma 50 ribu rupiah untuk ukuran pot diameter 60 tinggi 70 cm.


Oiya di Kasongan ini hampir semua toko yang menjual pot terakota akan memasang harga yang sama. Jadi kalo kalian ingin belanja dan menemukan pot yang sama, nggak perlu membandingkan harga. Misalkan selisih juga nggak banyak. Paling lima ribu rupiah, biar lah untuk rejeki toko yang udah dipilih sejak awal. 


Oke sob, sekarang udah bisa memutuskan ya enak belanja pot terakota di kota tempat tinggal atau di Kasongan Jogja. Atau kalian mengetahui tempat produksi pot terakota selain di Kasongan? Cerita dong di kolom komentar. Siapa tahu setelah pandemi saya berkesempatan jalan-jalan di tempat tersebut. Terima kasih sudah menyempatkan diri membaca cerita ini. Wassalamualaikum.

Reading Time: