ANTARA HAJI GENDONG DAN GANDUL - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Kamis, 08 Januari 2015

ANTARA HAJI GENDONG DAN GANDUL




Eiiitsss...jangan protes dulu, hihiii...

Judul postingan saya itu bukan untuk menuai huru hara lho. Bukaaan... emang ada lho sebutan itu. Kejadiannya gini nih. Yang pertama, saya akan cerita tentang haji Gendong.


Menjelang Wukuf berakhir, ditandai dengan lengsernya mentari. Seperti jemaah lain, saya udah bersiap dengan barang bawaan. Lembaran plastik untuk alas tidur sudah saya lipat rapi sebelumnya. Begitu pula pernik barang lain sudah rapi di dalam tas tenteng. Rencananya sih tikar plastik itu akan saya taruh di luar tas. Bersama bantal tiup dan sandal. Tas ransel akan saya pakai di punggung. Beres deh, pikir saya puas dengan rencana yang ada di otak ini.

Sambil menanti adzan Maghrib, saya bersama dua orang teman berjalan-jalan keluar kompleks tenda. Waaah...saya benar-benar terpesona dengan pemandangan di padang Arafah ini. Sejak datang di tempat ini sehari sebelumnya saya belum sempat cuci mata. Hihiii...kayak di mall aja.

Seperti umumnya di beberapa kota lain di negeri Timur Tengah, pegunungan batu menjadi kanvas utama. Namun tumbuhan hijau begitu subur hidup di beberapa tempat. Sepertinya sengaja ditanam sebagai penghijauan. Tentunya berfungsi juga sebagai penyerap polusi dan peneduh.

Karena penasaran, saya mengamati tanah di bawah setiap tumbuhan. Eh nggak semua sih, beberapa aja yang ada di dekat tenda saya.

Ternyata ada selang yang akan memancarkan air setiap waktu tertentu. Jadi tanaman ini sudah dikondisikan bisa tumbuh karena sudah mendapat nutrisi tanpa campur tangan tenaga manusia secara manual. Pantas saja banyak sekali tanaman yang lebat daunnya. Bikin mata ini jadi seger saat memandang keluar tenda.

Nyempetin narsis dengan teman satu rombongan

Jalan umum di samping tenda di Arafah








Bareng suami


Sayangnya kebersihan toilet di Arafah masih perlu dikritik keras. Kebersihan kurang, banyak sampah di dalam toilet dan bau. Tapi sebenarnya jemaah sendiri sih yang turut andil membuat kerusakan atau jorok toilet. Jadi pintar-pintarnya kita aja ke toilet, nunggu usai dibersihkan. Langsung deh lari ke toilet. Dijamin kagak bakal pening saat masuk ke dalam toilet.

Nah begitu terdengar panggilan shalat, saya bergegas shalat. Dari jauh udah terlihat kalo tenda perempuan sudah mulai shalat. Nggak mungkin terkejar deh. Akhirnya kami memilih jemaah di tenda pria.

Usai shalat Maghrib saya mendengar pengumuman bahwa bus Rombongan I sudah datang. Tahu kan kalo saya tuh masuk rombongan I. Berlarilah saya menuju tenda dengan semangat.

"Bus rombongan satu udah dataaang," Saya berteriak pada teman satu rombongan.

Tas ransel langsung saya pakai. Kemudian dengan sigap tanganku mengangkat tas tenteng yang lumayan berat. Sempat sih saya coba seret namun melihat jalan tanah di depan mata, membuat saya urung melakukannya. Saya toh kuat kalo mengangkat beban seberat 7 atau 8 kg.

Kalo ingat kejadian senja usai wukuf itu, saya suka geli. Apalagi beberapa teman hanya mampu terdiam tanpa mengikuti gerakan saya. Rupanya mereka takjub melihat kekuatan saya kala itu. Tahu kan kalo kaki saya pernah bermasalah engkelnya. Sejak awal berangkat, saya bahkan tak pernah mengangkat tas tenteng. Suami yang mengerjakannya untuk saya. Seperti saat menaiki tangga pesawat atau menuruninya. Pokoknya saya tinggal berjalan anggun ajah *halaaah...

Terpesona oleh gerakan saya dan terlambat sudah... Saya terbang lari duluan menuju shelter bus. Olalaaa... saya lupa belum pamitan sama mas bojo hihiii... Akhirnya lari balik ke tenda pria sambil berteriak mengumumkan kalo bus sudah standby.

Lagi-lagi saya bikin heboh dengan kelincahan gerakan berlari-lari kesana-sini. Setelah kejadian itu pula suami bercerita kalo ia dan beberapa orang hanya berdiri atau terduduk melihat saya bisa berlari sambil mengangkat tas tenteng.

Aihhh saya jadi tersipu malu. Entah saya mendapat kekuatan dari mana. Saat itu seperti ada tangan yang ikut ngebantu saya mengangkat tas tenteng itu. Saya nggak merasakan beban berat sedikit pun.

Apalagi saat sudah di atas bus, mata ini menyaksikan banyak keajaiban di sekeliling saya. Seperti beberapa ibu yang sudah sepuh / tua namun masih kuat membawa sendiri tas tentengnya. Ah...napa juga aksi saya jadi heboh di mata teman-teman?!

Tahukah temans, trik apa ibu-ibu tersebut kuat mengangkat tas tentengnya?

Dengan Gendongan! Iya gendongan yang menggunakan kain panjang itu. Biasanya kain itu dipakai untuk bawahan ibu-ibu jaman dulu. Nah kalo di tanah suci kain itu multi fungsi. Digunakan sebagai selimut bisa. Dipakai untuk menggendong tas tenteng gede ya ayo ajah.

Jadi sebelum naik ke atas bus, ibu-ibu ini udah siap menggendong tas tenteng. Begitu bus datang, ibu-ibu ini tak kalah sigap ikut berlari dan berebut naik ke atas bus. Hahaha.... ide yang sangat cerdas.


Saking terpesonanya saya nggak sempat ambil foto in action ibu-ibu ini. Malah tertawa dan ikut tepuk tangan sammbil jejingkrakan, saking senangnya ngelihat semangat mereka. Ah syukurlah suami ikut ngebantu narik gendongannya agar meringankan beban si ibu. Nggak kayak istrinya ini yang hanya bisa tertawa.

Nah kalo kisah Haji Gandul itu karena keisengan mata saya aja.

Pas di atas bus dalam perjalanan menuju Muzdalifah, jalan begitu padat. Ada dua jalur yang digunakan. Sisi jalur kiri tiba-tiba ada ambulance lewat. Biasa sih sebenarnya. Selama di tanah suci saya sering bertemu armada ini.

Namun kali ini lain karena ada pemandangan menarik di pintu bagian belakang ambulance. Ada seorang pria berpakaian ihrom numpang dengan nyamannya. Posisinya berdiri. Tangannya berpegangan pada bagian atas mobil. Senyum di bibir ini berubah jadi tawa kala menyadari apa yang saya lihat.

"Nah kalo itu namanya Haji Nggandul..."
Celetukan yang tak disadari itu mengubah suasana bus pekat oleh tawa penumpangnya.
"Iya lho...hahaha, bisa aja nih Bu Wati," Sahut seseorang dari kursi belakang.
"Betul kan? Kalo Ibu Sukanah, Bu Warsih tadi kan Haji Gendong. Naik bus sambil nggendong tas. Nah, orang itu Haji Gandul, hihiiii."

Tawa saya padam manakala siku tajam suami menyenggol pinggangku yang mulai ramping. *cieeee

"Baca talbiyah."

Saya terdiam seketika karena merasakan sakit di pinggang. Tapi tetap mengikuti ucapan mas bojo. Eh iya, bibir ini tak boleh henti melantunkan bacaan talbiyah hingga usai lontar jumroh hari pertama. Astaghfirullah...

Sekian dulu deh ceritanya. Ntar ya diteruskan lagi lain waktu. Moga nggak bosyen baca kisah perjalanan haji saya.

Matur suwun rawuhi pun <3

11 komentar:

  1. tips nya bisa ditiru nih biar gak capek

    BalasHapus
  2. Silahkan kalo mau niru. Saya aja takjub ngelihat semangat mereka yg sdh tua berjibaku dan tak kalah dg kami yg muda.

    BalasHapus
  3. hihihi khilaf ya mbak mpe disodok mas bojo :D Alhamdulillah, yaa Allah beri kekuatan selama disana..kadang ngga tega liat jemaah haji pada sepuh2 ternyata beliau2 kuat dan semangat bgt..Alhamdulillah..

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bangeet mba, hihiii
      Iya besyukur banget dapat beribu kemudahan dari Allah Swt :)

      Hapus
  4. Mbak Wati, doakan aku ya supaya bisa merasakan umroh seperti dirimu, aaah jadi semakin ingin pergi umroh :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Saya kemarin haji mbak...
      Semoga terwujud keinginannya ya mbak... aamiin :)

      Hapus
  5. brarti bawa kain panjang perlu tuh yaaa :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hehehe iya kalo pengen nggendong tas tenteng mba Maya. Dakuw sih tetep milih nenteng aja ah :)

      Hapus
  6. Berarti besok-besok kalo ada rezeki bisa ke tanah suci siap-siap bawa gendongan aja kayaknya...hihi

    BalasHapus
  7. Seru pengalaman hajinya...jd rindu kesana..

    BalasHapus
  8. Jadi pengen kesana :')
    aku nanti mau kasih tau ibuku ah, kalau-kalau beliau ada rejeki berangkat kesana, aamiin...

    www.piazakiyah.com

    BalasHapus