November 22, 2020
BY Hidayah Sulistyowati
26 Comments
Assalamualaikum Sobat. Sejak anak-anak usia sekolah dasar, saya udah mengajak mereka belajar mengelola keuangan. Dari hal remeh dan receh kayak mengatur uang saku yang saya berikan. Mereka bebas menggunakan uang saku yang udah diterima tapi tetep ya bertanggung jawab. Karena biasanya akan ada laporan receh juga yang bakal mereka berikan pada saya.
Jadi sejak kelas 3 SD, si sulung saya ajarkan ngurus duitnya sendiri. Tentu saja duit yang didapatkan dari uang saku mingguan. Saya memang mengajak anak-anak untuk mengelola duit saku dengan cara memberinya secara mingguan.
Menurut saya, usia 8 tahun udah bisa kok diajari cara menggunakan duit untuk membeli kebutuhannya. Ingat ya kebutuhan, bukan keinginan.
Contohnya nih, beli jajan, menurut saya keinginan. Karena dari rumah, si sulung udah saya bawakan bekal nasi dan lauk, buah, dan jajanan. Jadi duitnya harusnya sih utuh dan nggak dibelanjakan untuk beli jajan. Biasanya duitnya berkurang untuk iuran sedekah dan nabung. Tapi kalo hari Sabtu saya membebaskan si sulung untuk beli jajan. Seminggu sekali nggak apa deh. Meski dia juga jarang jajan karena perutnya katanya udah kenyang. Alhamdulillah, tanda bekalnya dimakan sampai habis.
Karena sekarang mereka udah dewasa dan punya penghasilan sendiri, saya masih memantau juga lho. Terlebih saat ini ada banyak godaan beli ini itu yang bikin mereka gak bisa fokus nabung.
Apalagi suami dulu seusia si sulung, udah punya investasi rumah. Dengan gaji yang tak seberapa namun hidup hemat bisa kok punya rumah di usia muda. Sebelum menikah memang lebih baik investasi dulu untuk masa depan. Jadi ketika menikah, udah ada rumah untuk keluarga kecil nantinya.
Nah tips yang saya tuliskan ini memang diambil dari pengalaman suami dan tentunya dengan modifikasi sesuai jamannya.
Tips Cermat Mengelola Keuangan Untuk Kaum Milenial :
Dengan membuat anggaran bulanan, kalian memiliki perencanaan biaya untuk sebulan. Anggaran ini bisa dibagi dalam dua pos biaya. Kebutuhan utama, seperti makan, tranportasi, tagihan listrik, angsuran rumah, dan biaya yang sekiranya lumayan besar dan selalu rutin muncul tiap bulan.
Kebutuhan Sampingan atau tersier, seperti belanja outfit, traveling, hangout bareng teman, dan hiburan lainnya. Memang sekarang ini kebutuhan untuk bersenang-senang nampaknya harus dipersiapkan juga. Enggak apa kalo memang kalian punya anggaran yang cukup dan tidak mengganggu pos biaya utama.
Langkah berikutnya adalah...
Sejak masih lajang saya selalu menyisihkan duit gaji untuk membantu ibu, sedekah, dan traktir sepupu serta adik sebulan sekali. Saya yakin melakukan tiga hal ini tidak bakal membuat gaji saya habis. Saya udah punya anggaran untuk tiga hal ini, sedikit tapi sebisa mungkin rutin setiap bulan setelah menerima gaji.
Hal ini saya ajarkan pada si sulung sejak masih sekolah. Sedekah itu wajib sebagai umat muslim yang menginginkan penghasilannya menjadi berkah. Minimal 2,5% dari gaji bulanan harus dibayarkan sedekahnya, bisa di masjid, panti asuhan, atau kerabat dan tetangga yang tidak mampu.
Kemudian, lakukan hal penting ini...
Jangan pernah menunda bayar tagihan yang menjadi kewajiban kalian. Seperti angsuran rumah, motor, biaya listrik, telpon, asuransi kesehatan, dan kewajiban lainnya. Ini penting banget menjadi prioritas agar kalian tidak stres dengan tunggakan atau denda yang bakal menambah biaya di luar anggaran.
Melalukan pembayaran segera setelah menerima gaji juga bakal bikin hati tenang. Ujungnya tentu aktivitas kalian lancar dan tidak perlu memikirkan hal yang seharusnya bukan masalah baru.
Tapi sebelumnya, lakukan terlebih dulu...
Hal pertama yang saya dan suami lakukan saat menerima gaji (waktu awal kerja hingga resign) adalah menabung. Sekecil apapun saya selalu menyisihkan di awal agar bisa nabung. Dan tabungan ini alhamdulillah menjadi penolong ketika saya membutuhkan dana untuk modal berjualan kain batik. Nah, ketika mendapatkan THR saya alokasikan duitnya untuk membeli perhiasan.
Beda lagi dengan langkah suami yang hanya mampu menyisihkan duit tapi untuk digunakan bayar kuliah. Dia kasihan pada ibunya yang harus membagi penghasilan dari gaji guru untuk membiayai pendidikan adik-adiknya. Namun suami saat memperoleh gaji ke-13 dan THR, digunakannya untuk membayar uang pokok pinjaman KPR. Jaman dahulu suami membeli rumah dengan akad kredit bisa menyicil pokok pinjaman pembelian rumah pada saat tertentu. Saya kurang tahu apa sekarang masih ada item seperti ini.
Intinya sama ya, saya dan suami sejak masih lajang sudah memikirkan langkah finansial untuk masa depan. Investasi suami dengan cara membeli rumah. Sementara saya memilih investasi perhiasan emas yang bisa dipakai. Cara saya memang tradisional seperti ibu-ibu jaman dulu yang senang beli emas saat punya rejeki berlebih. Nantinya perhiasan emas ini akan berguna dan menjadi dana darurat. Yang penting enggak beli perhiasan emas dan dalam selisih dua bulan dijual lagi, rugi bandar dong.
Yang penting juga, lakukan hal remeh seperti...
Sebagai orang yang sekolah dan bekerja di bidang keuangan, saya dan suami tergolong tertib dalam hal menggunakan uang. Kami selalu mengutamakan kebutuhan yang wajib dipenuhi dibanding membeli sesuatu yang sekadar keinginan.
Langkah yang saya lakukan adalah membuat laporan keuangan sederhana. Saya catat pengeluaran yang sudah terlaksana dalam buku khusus. Jaman dahulu saya selalu memasukkan uang yang udah tertulis dalam pos bugdet bulanan ke dalam amplop berbeda. Namun untuk pengeluaran kecil saya tidak catat karena biasanya diambil dari duit makan setiap hari.
Langkah ini sukses loh bikin saya mampu mengerem keinginan belanja yang nggak penting. Kalo suami sejak masih lajang udah tertib menggunakan uang gajinya. Saya memang banyak belajar pada dia sejak kami belum menikah. Hubungan pacaran enggak sekadar haha hihi bagi kami. Namun juga menjadi ajang diskusi dan saling belajar memahami setiap masalah dan menemukan solusinya. Termasuk sejak awal sebelum menikah sudah ada komitmen untuk terbuka ketika muncul masalah finansial.
_____________________________
Lantas apakah saya pernah tergoda untuk membelanjakan uang di luar anggaran rutin? Pernah dong, dan tergantung dengan apa yang saya beli. Karena saya jarang banget beli karena tergoda promo diskon atau hadiah yang ditawarkan oleh sales marketing.
Saya membeli barang yang selalu menjadi kebutuhan. Misal ketika tahu rencana pernikahan kami setahun sebelumnya, saya udah menganggarkan belanja kebutuhan dapur. Seperti membeli mixer, kompor gas, karpet, dan barang lainnya.
Mengapa saya memikirkan membeli perlengkapan dapur ini, bukan yang lainnya? Alasannya sederhana, karena begitu menikah pasti kami akan menempati rumah yang sudah dimiliki suami. Namanya juga rumah baru, isinya kosong, dan butuh barang atau perlengkapan penting untuk dapur. Aktivitas rumah tangga pasti didukung kegiatan dapur setiap hari, entah cuma bikin minum atau masak nasi. Kalo saya juga beli mixer, karena memang suka bikin kue sejak masih gadis. Sementara ibu saya nggak punya dan nggak pernah tertarik bikin kue.
Godaan Jaman Yang Berbeda, Gimana Solusi Agar Anak Tetap di Jalur Yang Benar?
Saya suka menahan diri agar tidak membandingkan anak-anak dengan bapaknya. Saya hanya mengingatkan mereka kalo langkah menuju masa depan masih panjang.
"Kalian pengen menikah usia berapa?"
Hening seketika suasan ruang tengah di rumah.
"Kalo udah punya rumah," celetuk si sulung
"Trus apa usahamu agar bisa beli rumah sebelum nikah?"
Si sulung tersenyum mendengar pertanyaan ibunya ini. Dia memang udah investasi duitnya di reksadana di salah satu lembaga keuangan dan koin emas di pegadaian.
Sebelumnya saya sempat mengajak bicara si sulung yang senang beli minuman kekinian. Nyaris tiap hari, jajan minuman dan makanan. Kalo dia tidak menghentikan kebiasaan ini, bakal habis duit gajinya. Waktu itu melaju dan tidak pernah menunggu orang yang tidak merencanakan keuangannya dengan baik. Saya ingatkan dengan satu surat dalam Al-Qur'an.
"Demi masa, sesungguhnya manusia dalam keadaan merugi"
Iya kalo masih suka nongkrong di kafe, jajan tiap hari, dengan gaji UMR, apakah bisa nyimpan duit gaji?
Saya bilang, berhemat itu bukan berarti kamu pelit. Namun belajar untuk menjadi cerdas dalam mengelola keuangan. Cerdas finansial agar kamu bisa mewujudkan semua mimpi-mimpi
Langkahnya masih jauh untuk memiliki rumah impiannya. Namun saya dan bapaknya terus memberikan suntikan semangat agar giat bekerja dan jangan lelah meminta bantuan pada Sang Khalik untuk mewujudkan keinginannya ini. Tak ada hal yang tak mungkin terjadi. Yang harus dilakukannya cukup tawakal dan istiqomah pada niatnya itu.
Memang cara mengatur duit dari jaman dulu hingga nanti pasti memiliki kesamaan. Nabung lah selagi muda dan belum ada kebutuhan penting, jangan foya-foya, agar masa tua bisa bahagia. Duhhh ini quote dari mana coba, hahahaa.
Saya sih ngak ingin menggurui karena bukan seorang financial planner. Namun paling enggak dari pengalaman selama menikah, kami bisa merdeka dalam hal keuangan. Kami memilih KPR saat pembelian rumah karena tahun 1992 itu suami masih kuliah sambil kerja. Alhamdulillah dari rencana jangka waktu 10 tahun angsuran, kami bisa melunasi pada tahun ke-6. Hal ini bisa terjadi karena suami adalah orang yang tertib dalam mengelola keuangan.
Harapan saya dan suami adalah anak-anak memiliki tujuan keuangan yang sehat. Karena dengan cerdas mengelola keuangan, insyaAllah apapun impian mereka bisa diwujudkan. Gimana menurut kalian? Sharing yuk. Wassalamualaikum.