HIKMAH BERSEMPIT DI KAMAR RUMAH SAKIT - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Kamis, 27 Februari 2014

HIKMAH BERSEMPIT DI KAMAR RUMAH SAKIT




            Pengalaman menemani anak saat rawat inap di rumah sakit sungguh sebuah pelajaran hidup. Meski ini bukan pengalaman pertama putra kami rawat inap di rumah sakit, tetap saja ada hikmah yang bisa dipetik. Kamar perawatan yang diinginkan penuh, jadi kami mesti rela menerima kamar kelas II yang ditunjukkan oleh perawat.
            Berbagi kamar dengan pasien dalam ukuran kamar yang sempit, mau tak mau membuat kami bisa mendengar keluh kesah ataupun obrolan ringan dari tetangga satu kamar. Kadang kami berbicara dengan berbisik agar tak mengganggu teman sekamar.

       Jadi bukan salah kan, bila akhirnya telinga ini mendengar percakapan seorang bapak dengan istrinya yang menjadi korban kecelakaan lalu lintas dan dirawat di kamar yang sama. Mereka tengah bingung memperdebatkan uang untuk pembayaran rawat inap si bapak. Mestinya esok pagi mereka bisa pulang ke rumah. Namun ketiadaan biaya, membuat kepulangan itu mesti ditangguhkan.
            Dari percakapan itu pula aku baru tahu bahwa seorang putrinya tengah mencari biaya dengan menggadaikan BPKB kendaraan roda dua miliknya. Rencananya, angsuran tiap bulan akan ditanggung oleh seluruh putra-putri pasangan suami istri ini.
            Saat mendengar percakapan mereka, pandanganku jadi buram karena terharu. Hatiku bergetar. Begitu susahnya orang miskin saat harus mengalami musibah dan rawat inap di rumah sakit. Benar kalau ada candaan garing yang sering terdengar, bahwa orang miskin dilarang sakit. Karena untuk melunasi pembayaran biaya perawatan banyak dari mereka yang harus melakukan seribu cara untuk mendapatkan sejumlah nominal uang tertentu.
            Saat pasien ini akhirnya bisa pulang, tak berselang tiga jam sudah ada pasien baru yang menempati tempat tidur itu. Rupanya ini juga menjadi cerita tersendiri. Pasien ini ternyata kurang bisa bertenggang rasa. Saat sesama pasien di kamar ini dibezuk oleh teman dan kerabat, dia akan mengomentari suasana kamar yang bising. Namun suatu ketika, ia mengeluh tak henti dengan suara keras dan mengganggu waktu istirahat pasien dalam kamar itu.
            Memang, berbagi kamar yang sempit dengan sesama pasien menjadi pelajaran berharga. Aku bersyukur, putra kami bisa menerima keadaan ini karena kamar perawatan yang diinginkan tak tersedia. Ia tetap doyan makan apapun yang dihidangkan oleh perawat rumah sakit. Ia juga minum semua obat yang diberikan oleh dokter yang merawatnya. Sehingga hanya butuh waktu tiga hari, dokter sudah mengizinkannya pulang ke rumah.

10 komentar:

  1. Betul ya Mak Wati, pelajaran hidup memang bisa diperoleh dari mana saja, bahkan dari sepetak ruang sempit di rumah sakit.

    BalasHapus
  2. betul...betul...dimana saja, kapan saja ada saja pelajaran yang bisa kita peroleh.

    BalasHapus
  3. waduh kalo kepulangan ditangguhkan malah menambah biaya kan mbak, kasihan ya. Eh bukannya kalo kecelakaan dapet smacam asuransi dr jasa raharja yak, n si bapak apa ngga punya semacam jamkesmas?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itulah mak Rahmi, yg bikin trenyuh. Kalo mundur berarti nambah biaya :(
      Asuransi Jasa Raharja ngurusnya lama. Kapan2 aku pengen sharing ttg asuransi ini.

      Hapus
  4. ada hikmahny aya mbak berbagi kamar. Semoga si bapak itu mendapatan jalan ya mbak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul mbak Lidya, jadi tambah bersyukur bagaimanapun keadaan kita :)

      Hapus
  5. MasyaAllah ... iya ya mba, dgn keadaan seperti itu, kita bisa merasakan yg org lain rasakan.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Belajar berempati, meski baru bisa sebegitu aja, belum bisa mengulurkan bantuan berupa materiil :(

      Hapus