Maret 15, 2020
BY Hidayah Sulistyowati
23 Comments
Nasi Bancakan, Dari Filosofi Hingga Kenikmatan Rasa Yang Menggugah Selera

Assalamualaikum Sahabat. Sekarang makin marak ya nasi bancakan disajikan di restoran, naik kelas katanya. Hampir setiap resto memiliki menu nasi bancakan atau dengan nama lain namun memiliki arti sama.
Nasi bancakan atau dulunya akrab dikenal sego bancakan, adalah sajian makanan yang diletakkan dengan alas daun pisang. Isinya rata-rata berupa nasi putih, telor rebus, sambel goreng ati atau rambak (krupuk kulit), urap sayuran, tempe, tahu, ikan asin, dan krupuk.
Apabila pemilik hajat orang yang berharta, isinya lebih bervariasi dengan tambahan daging sapi atau ayam masak opor dengan kuah sedikit.
Biasanya nasi bancakan ini disajikan dalam acara tertentu. Misalkan kelahiran anak, ulang tahun, bersih kubur/makam, malam tirakatan, orang punya hajat, dan lainya.
Namun saat ini orang bisa setiap saat menyajikan nasi bancakan. Karena begitu nasi bancakan ini naik daun dengan disajikan di resto, nggak ada alasan menanti hidangan ini saat tertentu. Setiap hari boleh aja bikin nasi bancakan kalo nggak malas ribetnya atau bosan, hahahaa.
Bikin Sendiri Atau Makan di Restoran?
Bebas sih mau makan nasi bancakan di restoran boleh. Enaknya tapi makan bareng teman atau kerabat. Karena seni makan nasi bancakan itu adalah barengan atau keroyokan.

Iya jaman saya masih anak-anak, ketika ada yang ulang tahun, biasanya ibunya akan bikin sego bancakan. Nah, satu tampah yang dialasi daun pisang, dengan isi nasi dan lauknya sukses bikin anak-anak berlari mengerumuni tampah itu.
"Kulo rumiyin, budhe," (saya duluan, budhe)
Saling bersahutan kami meneriakkan kalimat sakti itu. Kebayang nggak sih anak-anak usia antara 6 sampai 12 tahun, dengan baju berkeringan, mengerumuni tampah dan ibu salah seorang teman kami?
Pada waktu itu mana ada yang protes dengan bau badan. Yang penting adalah sukses bawa sepincuk nasi bancakan dan langsung menikmatinya sambil selonjoran di teras rumah.
Beda dulu dengan sekarang. Kalo bikin sendiri tanpa ada niat syukuran atau acara tertentu, siapa yang mau repot?
Saya sendiri bikin nasi bancakan ketika mensyukuri hari weton kelahiran anak-anak. Kata orang Jawa tuh, weton kelahiran patutnya dibuatkan nasi bancakan. Entah lah jaman anak-anak masih balita saya rajin bikin tiap weton mereka. Trus bosen sendiri begitu mereka beranjak besar.
Weton adalah hari kelahiran dalam kalender Jawa, misalkan Rabu Wage, Sabtu Pahing, dan seterusnya.
Nah, kalo ada alasan tersebut, saya rajin banget bikin semuanya sendiri, tidak memesan pada catering. Karena ada ibu, adik, dan mbak sepupu yang bantuin. Tapi kalo cuma mensyukuri weton anak-anak, saya masak sendiri sih karena bikinnya dikit aja.
Filosofi Nasi Bancakan
Saya tahun kemarin di rumah nyaris sendirian karena suami dan si sulung kerja di luar kota. Sementara si bungsu yang udah jadi anak mahasiswa, pulangnya sering malam. Efeknya saya jadi malas makan karena merasa sendiri, hihii.
Nah paling asik kalo ada ajakan makan bareng tapi menunya nasi bancakan. Meski di resto, saya bakal datang dong.
Menikmati nasi bancakan di resto pun penyajiannya juga beralas daun pisang. Kemudian di atasnya diletakkan nasi beserta lauk dan pelengkapnya.

Aduh duhhh, terasa nikmat banget makan nasi bancakan bersama teman-teman. Mata saling melirik, tangan kadang mengambil tahu milik teman di depan atau samping kanan dan kiri, sungguh berasa keroyokan gitu. Padahal aslinya juga hidangannya masih banyak dan lengkap.

Tapi suasana makan secara keroyokan gitu bikin suasana makin meriah, seru, dan penuh canda tawa.
Makan nasi bancakan yang disajikan di atas selembar daun pisang juga berkesan sederhana. Tanpa piring, sendok, garpu, karena makannya dengan menggunakan tangan. Nikmat bangeeeet!
Ah, nulis nasi bancakan ini jadi laper deh. Mana udah malam pulak, resto udah tutup semua. Yuk temenin saya makan nasi bancakan, Sahabat. Wassalamualaikum.