My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi: Candi Arjuna
Tampilkan postingan dengan label Candi Arjuna. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Candi Arjuna. Tampilkan semua postingan

Senin, 26 Oktober 2020

Wisata 3D2N Dieng - Posong Pada Masa Adaptasi Kebiasaan Baru (Cerita Pertama di Kawasan Dieng)
Oktober 26, 2020 39 Comments


Assalamualaikum Sobat. Gerimis dengan ritme teratur menyambut kedatangan saya dan rombongan Jateng On The Spot 2020. Rombongan kecil dari Dinas Kepemudaan, Olahraga, dan Pariwisata (Disporapar) Pemerintah Provinsi Jawa Tengah ini tiba di Rumah Budaya Dieng,  Dieng Kulon, Banjarnegara.


Udara dingin pegunungan menerpa kulit wajah. Saya tersenyum mendapat sambutan suasana yang sudah begitu dirindukan berbulan-bulan ini. 


Dieng, udara dingin, pemandangan alam nan cantik, mendekap saya dalam balutan kenangan yang tertanam kuat sejak pertama mengenalnya belasan tahun lalu. Dieng adalah tempat yang selalu memanggil setiap wisatawan datang kembali. Dieng tak pernah membuat saya bosan untuk berkunjung, dengan orang yang sama maupun berbeda.


Saya beruntung kali ini bisa mengunjungi kembali dataran tinggi Dieng bersama rombongan dari Disporapar Jateng. Bersama teman blogger, media, dan penggiat wisata dari berbagai daerah. Kembali saya merasa beruntung mendapat teman baru yang memiliki satu kesamaan hobi, traveling, merekam jejak dalam bentuk video dan tulisan. Satu perpaduan yang pastinya bakal menjadi catatan menarik tiga hari mendatang.


Adaptasi Kebiasaan Baru Dalam Wisata di Jateng

Bagaimana kabar kalian yang sejak bulan Februari 2020 di rumah aja? Yang biasanya bisa setiap bulan merencanakan jalan-jalan di wilayah lokal. Yang sesekali merancang itinerary traveling ke luar negeri. Namun nyatanya saat ini hanya mampu menyaksikan drama Korea di rumah aja, sambil gegoleran di kasur.


Seperti yang kalian tahu, sejak pandemi Covid-19 melanda Tanah Air, semua obyek wisata di Jawa Tengah ditutup. Hal ini dilakukan untuk mencegah penyebaran covid-19. Imbasnya adalah jumlah kunjungan wisatawan ke Jawa Tengah menurun drastis. Hal ini berujung pada kegiatan perekonomian para penggerak wisata mengalami kerugian. Karena tak ada lagi pemasukan yang menjadi tulang punggung penghasil keuangan daerah setempat.


Hingga awal Juli 2020, sejumlah tempat wisata mulai dibuka dengan segala ketentuan dan persyaratan. Aturan dari Gugus Tugas Covid-19 setiap daerah yang memiliki kebijaksanaan masing-masing sesuai kasus di daerahnya.


Beberapa aturan masih seragam, seperti menyediakan tempat cuci tangan dengan air dari kran yang mengalir dan sabun cuci. Selalu menyampaikan himbauan agar pengunjung mengenakan masker. Mengingatkan pengunjung agar jaga jarak dengan pengunjung lain.



Meski kadang di lapangan tak semudah menjalankan aturan ini. Karena karakter pengunjung yang beragam dan membiasakan kebiasaan baru ini tentunya butuh waktu yang tidak hanya sebulan, tapi bisa saja hingga bertahun-tahun. Karena virus ini tidak bisa diprediksi kapan bakal menghilang. Kita sebagai manusia yang dikenal mampu beradaptasi, yang harus melakukan kebiasaan baru untuk tetap survive. 


Selama tiga hari pula saya, bersama teman-teman blogger, media, dan penggiat wisata, serta pegawai Disporapar, mengikuti serangkaian kegiatan di Dieng - Posong.


Apa saja kegiatan kami selama tiga hari di sana? Berikut ini cerita saya :

- Bincang Bersama Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah, M Ngainirrichadl SHI

Dok. Herman

Dewani View Resto & Cafe, Wonosobo menjadi tempat bincang-bincang tentang pariwisata dan permasalahan yang muncul di saat pandemi. Peserta Jateng on The Spot 2020 diajak berbincang langsung dengan Sekretaris Komisi B DPRD Jawa Tengah, M Ngainirrichadl SHI.


Pada kesempatan tersebut, Ngainirrichadl menyambut baik kegiatan Jateng on The Spot yang merupakan salah satu upaya untuk memulihkan sektor pariwisata di Jawa Tengah.

Dok. Pribadi, dari WAG 
Jateng on The Spot 2020


"Harapan saya, kegiatan ini tidak hanya bersifat insidental atau seremonial. Tapi bisa terus berlanjut dan rutin sehingga bisa ikut membantu menggerakkan potensi wisata di Jawa Tengah," 


Menurut pria yang sudah dua periode menjadi anggota dewan ini, potensi wisata di Jawa Tengah tidak kalah dengan daerah lain. Selama 5 hingga 6 bulan ini pelaku wisata di berbagai daerah tidak bisa mendapatkan penghasilan. Karena sejak pandemi semua tempat wisata ditutup untuk kunjungan wisatawan. Nah saat ini ada beberapa tempat wisata yang sudah dibuka atas persetujuan gugus tugas Covid. Tentu dengan aturan yang dihimbau seperti melaksankan protokol kesehatan.


Bila digarap secara maksimal, bukan tidak mungkin Jawa Tengah menjadi surganya wisata dan bisa mengalahkan Denpasar, Bali. Karena ada Karimun Jawa, juga pantai-pantai di Wonogiri yang memiliki keindahan tak kalah seperti di Bali. 


Dalam kesempatan itu peserta juga diberi kesempatan untuk menyampaikan saran atau gagasan terkait pengembangan wisata di Jawa Tengah. Ada penggiat wisata yang mengusulkan untuk dibuatkan semacam aplikasi pemandu wisata. Jadi wisatawan yang ingin jalan-jalan, bisa akses aplikasi dan memilih tempat wisata mana yang akan dijadikan destinasi wisata.


Juga usulan agar infraktruktur yang menuju tempat wisata bisa dibenahi. Dan nantinya bisa terkoneksi antar kota yang jadi tempat wisata. Sebenarnya ada banyak saran yang muncul dalam bincang seru ini. Namun sayangnya saya tak bisa menuliskannya di sini semua. 


- Belajar Membuat Kerajinan Lukis Dengan Media Kayu

Bincang peserta dengan anggota dewan Komisi B DPRD Jateng ini berlangsung kurang lebih satu jam. Setelah makan siang, kami melanjutkan perjalanan menuju Rumah Budaya Dieng di Desa Dieng Kulon, Banjarnegara.   Di sana telah menunggu pengrajin Untung Yulianto, pemuda desa setempat yang sudah menerima pesanan setiap hari.


Untung merupakan seorang pembuat kerajinan berbahan bambu, kayu, hingga bahan daur ulang lainnya untuk dijadikan suvenir khas Dieng. Alasan pemilihan bahan bambu dan kayu karena keduanya mudah ditemukan di daerah tersebut. Mereka membawa kedua bahan tersebut, dengan mengikuti pelatihan di Jogja.


Dok. Pribadi

Untung juga mengajari para peserta untuk menghias miniatur wayang Semar dari bambu dengan memakai media cat air. Dan hasil kerajinan ini boleh dibawa pulang oleh peserta sebagai cindera mata.


Mas Alif Fauzi selaku Ketua Pokdarwis Dieng Pendawa, menjelaskan tentang paket wisata sekaligus menginap di homestay. Ada banyak pilihan paket wisata yang diperuntukkan anak sekolah. Tinggal bersama pemilik homestay, anak-anak ini diajak mengikuti kegiatan tuan rumah. Tiap anak bisa saja memiliki pengalaman yang berbeda. Ada anak yang kebetulan mendapatkan pemilik homestay ternyata tidak sedang panen kentang. Mereka diajak membersihkan sisa panen. Bisa saja ada yang beruntung mendapatkan pemilik rumah sedang panen kentang. Nah hasil laporannya akan berbeda dengan anak lain yang tinggal dengan homestay berbeda.


- Menengok Pembuatan Carica 

Dari Rumah Budaya Dieng, kami diajak menengok pembuatan manisan carica di usaha rumahan Trisakti. Ada Hasta, putra mantu Bapak Saroji pemilik Trisakti yang diberikan amanat meneruskan usaha keluarga. Saat itu ibunya keluar kerja dari PT. Dieng Jaya. Dahulu produksi carica awalnya dibuat dalam kemasan botol. 

Trisakti adalah usaha rumahan yang pertama kali memproduksi manisan carica di wilayah Dieng Kulon. Usaha ini menjadi pionir dan berkembang hingga diikuti oleh warga lokal.

Hasta, penerus usaha Carica TRISAKTI
Dok. Pribadi

Dalam kesempatan ini peserta juga diperlihatkan bagaimana proses produksi carica yang menjadi oleh-oleh khas Dieng. Bahkan Mbak Ika Puspita tak ketinggalan nyoba  melakukan proses pembuatan carica.


Di sini juga sekaligus sebagai tempat untuk menjual produk TRISAKTI lainnya. Seperti keripik kentang. Produk kebun yang berlimpah di Dieng adalah kentang. Agar produksi yang berlimpah ini tidak mengalami harga yang jatuh, akhirnya dibudidayakan menjadi produk olahan. 


- Sajian Jazz dan Kesenian Lengger di Rumah Budaya Dieng

Usai menyaksikan proses pembuatan carica, kami kembali ke Omah Ndieng. Di sini juga ada pembagian kamar, dan saya bersama mba Archa di kamar paling belakang. Bersebelahan dengan kamar Kasih dan Dini Lintang. Saya sempat mandi sebentar meski airnya dingin karena saya terlambat menyalakan air panas, wkwkwkk. 


Sekitar pukul 19.00 kami menuju Rumah Budaya Dieng yang masih satu lokasi dengan Omah Ndieng. Malam itu peserta makan malam sambil menikmati penampilan dari Kailasa Band. Grup musik asli Desa Dieng Kulon yang kerap tampil di acara Jazz Atas Awan Dieng Culture Festival (DCF).


Tidak hanya grup band yang menghibur peserta dnegan lagu-lagu hits pada masanya. Ada juga pertunjukan kesenian sendratari Lengger dari para seniman Dieng Kulon. Saya sudah menantikan kesenian ini sejak mengetahui bakal tampil menghibur peserta. Dahulu saat anak-anak masih kecil, kami sempat nonton kesenian ini di Candi Arjuna.


Mas Alif menjelaskan terlebih dulu cerita tentang Lengger. Lengger sendiri berasal dari kata "Elingo ngger" yang artinya ingat lah nak. Dalam arti panjang disebutkan, ingat lah nak, kalo hidup itu ibaratnya mampir ngombe


Kesenian ini muncul pada awal peradaban penyebaran Islam oleh Sunan Kalijaga di Dieng. Tarian Lengger disukai oleh masyarakat Dieng. Tarian ini merupakan cerita romantis Dewi Sekartaji dalam mencari pasangannya Panji Asmara Bangun. Kedua pasangan kekasih ini tidak direstui oleh keluarganya. Dewi menjadi penari untuk mencari pasangannya. Tarian ini dimainkan oleh seorang wanita, dengan lima penari pria dengan lima karakter memakai topeng yang berbeda. 



Menarik banget sih menyaksikan tarian Lengger ini. Satu persatu penari laki-laki bergantian menari dengan Dewi Sekartaji. Dan puncaknya adalah sang pangeran yang berhasil menggendong Dewi di atas pundaknya. Magis banget sih. Tarian itu mampu menarik perhatian seluruh peserta. Terutama saat penutupan penari wanita dipanggul di pundak penari pria.


- Bermalam di Omah NDieng

Usai acara dengan mata yang digayuti kantuk, kami kembali ke kamar masing-masing. Udara Dieng yang dingin menyusup di sela pakaian. Meski mengenakan baju rangkap dengan jaket, tetap saja rasa dingin menyelimuti tubuh saya. 

Dokpri

Omah Ndieng ini memiliki tarif seharga 1.750.000, dengan fasilitas 4 kamar dan kamar mandi di masing-masing kamar. Ada ruang duduk yang bisa digunakan untuk duduk dan bercanda bersama rombongan. Saya membayangkan nginap di Omah Ndieng ini bersama keluarga besar suami. Kami suka sekali nginap di homestay dengan konsep seperti ini. Rumah kayu dengan desain modern minimalis.

Selain kamar mandi dalam yang bersih, ada juga wastafel dan dapur mungil di bagian belakang yang menghadap Museum Dieng Kaliasa. Omah Ndieng ini memang letaknya bersebelahan dengan Museum Dieng Kaliasa. Jadi kalian nggak bakal tersesat kalo pengen nginap di sini.

Ada juga kamar-kamar dengan tarif sewa per kamar 350k/450/550k per malam. Jadi kalian bisa memilih untuk menyewa kamar sesuai dengan kebutuhan.

Bermalam di rumah khas Dieng zaman dahulu ini seakan menghangatkan di tengah udara dingin Dieng. Apalagi menginap di pavilyun yang berisi 4 kamar ini, kalian juga bakal menikmati indahnya panorama di Dieng.

Dokpri

Saat pagi hari, kalian bakal disuguhi pemandangan menakjubkan. Menatap awal munculnya mentari pagi, nampak pegunungan yang berbalut kabut seakan menjadi selimutnya selama semalaman. Menyesap kopi atau teh kesukaan, kalian bisa memilih duduk di ruang tengah atau di teras depan. Sungguh menikmati pemandangan alam milik Sang Pencipta yang patut disyukuri ada di negeri tercinta, Indonesia.

Pagi itu saya mandi lagi meski dingin seakan enggan meninggalkan suasana pagi. Sebelum shalat subuh saya sudah mandi dan bersiap menjemput mentari dari balik gunung. Beruntung pagi itu air panas udah saya siapkan jadi santai aja membasuh tubuh tanpa kedinginan.

- Jelajah Alam ke Telaga Dringo

Usai sarapan kami diajak menuju Telaga Dringo dengan mengendarai Dieng Jeep Wisata. Jeep ini baru berumur 5 bulan yang diniatkan untuk menjemput wisatawan dan mengantarkan ke tempat wisata yang susah dijangkau dengan kendaraan mobil pribadi atau bus.

Dokpri

Jalurnya yang ekstrem memang cocok digunakan sebagai transportasi. Melintasi kebun di kanan kiri jalan yang lebarnya hanya cukup untuk satu mobil di beberapa tempat. Belum lagi kondisi jalan yang naik turun dan berkelok tajam, bikin saya dan Dini yang satu jeep sesekali berteriak kegirangan.


Meski sempat memacu adrenalin, namun sepanjang jalan pemandangan yang tersaji begitu menakjubkan. Perkebunan dengan beragam sayuran, seperti kentang, wortel, daun bawang, kobis, dan lainnya. Di sela-sela sayuran ada juga tanaman carica yang mirip dengan pepaya bantet.


Telaga Dringo terletak di Desa Pekasiran, Kecamatan Batur, Kabupaten Banjarnegara, Jawa Tengah. Berada di ketinggian 2.222 mdpl, telaga ini menyajikan pemandangan yang cantik. Alamnya masih asri, bersih dari polusi, dengan suasana lingkungan yang damai.


Telaga Dringo terbentuk akibat letusan Gunung Sinila pada tahun 1786. Akibat letusan yang menghancurkan gunung Sinila, menyisakan cekungan besar berupa kawah mati. Kemudian lama kelamaan kawah mati ini terisi oleh air hujan dan mata air yang ada di sekitar telaga. Telaga ini mengingatkan pengunjung pada satu telaga di Gunung Semeru di Jawa Timur. Karena itu lah banyak dari pengunjung yang menyebut telaga ini "Ranu Kumbolo' nya Dieng, Jawa Tengah.


Kawasan wisata Telaga Dringo masih berbenah, seperti toilet, tempat parkir, dan lokasi lainnya. Bahkan jalan menuju telaga baru satu bulan ini diaspal mulus. Sebelumnya merupakan jalan makadam.


Pengunjung dilarang mendirikan tenda atau nge-camp di kawasan dekat Telaga Dringo. Karena selain untuk menghindari rusaknya lingkungan yang merupakan situs cagar alam. Di dekat telaga juga merupakan pusatnya embun upas. Yaitu semacam lapisan es di atas permukaan rumput atau tanaman. Jadi dipastikan batasan berkunjung di telaga sampai jam 18.00 WIB. Kalo ingin nge-camp pilhannya ada di atas bukit. Di tempat saya dan teman-teman rombongan Jateng on The Spot 2020 foto bareng.


Di area telaga terdapat ikan khas setempat yaitu ikan braskap, bebek meriwis, dan banyak tanaman dringo. Itu lah makanya dinamakan Telaga Dringo. Wilayah di sini berbatasan dengan Kabupaten Batang. Jadi Telaga Dringo terletak di paling ujung utara Banjarnegara.

- Memacu Adrenalin Bersama Dieng Jeep Wisata ke Kawah Sikidang

Nggak berlama-lama, kami diajak melanjutkan perjalanan menuju Kawah Sikidang. Kali ini saya menikmati pengalaman yang berbeda dari kunjungan ke Kawah Sikidang. Kalo selama ini saya selalu naik mobil pribadi. Kali ini dengan Dieng Jeep Wisata.


Melintas jalan berlumpur, naik turun jalan yang sengaja dibikin untuk jalur off-road, terantuk di atas Jeep, bikin adrenalin meningkat. Belum lagi dengan ulah driver yang senang mengajak penumpang jeep menikmati manuvernya di atas jalan seperti sungai mati. Saya jadi tak peduli dengan baju yang kena cipratan lumpur. Bersama Dini, saya berteriak kegirangan dan tertawa lebar. Kapan lagi coba kami bisa menikmati off road yang sungguh menyenangkan ini. Apakah ada perasaan takut? Enggak, hahahaha. Saya percaya dengan kepiawaian pak Tri selaku driver jeep yang kami tumpangi.


Entah berapa lama perjalanan di atas jalan rusak parah ini berlangsung, ketika tour guide mengajak berhenti di satu titik. 

Dokpri

Ah ternyata di sisi kanan terlihat area Kawah Sikidang. Rupanya kami memasuki kawasan kawah tanpa melewati gerbang untuk pembelian tiket. Mbak Elka, sang tour guide menjelaskan tentang kawah ini.

Di dalam perut bumi ada dapur magma yang menjadikan letupan kawah kecil. Kawahnya bisa berpindah-pindah dan ini lah yang membuat orang menamakannya Kawah Sikidang. Sesuai tekanan panas yang ada di dalam perut bumi ini yang mengakibatkan kawah bisa berpindah tempat dan tidak bisa diprediksi.
Usai mengunjungi Kawah Sikidang, berakhir pula kebersamaan saya bersama Dieng Jeep Wisata.   Minibus yang sedari awal menemani kami dari Semarang, udah siap di halaman parkir.

Catatan Harga Sewa Dieng Jeep Wisata :

- Kawah candradimuka, Telaga Dringo, dQiano, Candi Arjuna, Telaga Warna, Batu Ratapan Angin, kawah Sikidang: harga sewa 750k per Jeep

- Arah barat, zona 1: Musium Kaliasa, Candi Arjuna, Telaga Warna, Batu Ratapan Angin, Kawah Sikidang, 500k per jeep

- Trip zona 2 selatan : telaga menjer, Curug Sakarim, Kawah Sikidang, Candi Arjuna, harga sewa 250k per Jeep.


- Mengunjungi Candi Arjuna, Tak Pernah Bosan!

Seperti yang udah saya tuliskan di atas, Dieng tak pernah menjadi tempat yang membosankan. Saya udah tak terhitung berapa kali berkunjung ke tempat eksotis dengan udara sejuk yang selalu bikin rindu.

Apakah ada bedanya dalam setiap kunjungan? Ada dong, apalagi kalo dengan orang yang berbeda. Pergi dengan orang yang sama saja bakal menjumpai pengalaman yang berbeda. 

Oiya, saya udah tuliskan cerita pengalaman saat berkunjung ke Dieng dua tahun yang lalu.


Silahkan baca : Pesona Dieng Telah Menjerat Pengunjung Yang Datang



Untuk memasuki kawasan Candi Arjuna ini tiap pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar Rp. 15 ribu. Tiket ini bisa digunakan untuk mengunjungi komplek Candi Arjuna dan Kawah Sikidang.

Komplek Candi Arjuna tak hanya tentang bangunan candi. Namun ketika berjalan, di sisi kanan terdapat komplek Dharmasala. Di sini juga terdapat dua sendang, yaitu Sendang Maerakaca dan Sendang Sedayu. 


Komplek candi ini dinamakan Candi Arjuna yang posisinya paling dekat dengan pintu masuk. Kemudian di selatannya lagi ada candi Srikandi, candi Puntadewa, dan yang paling ujung adalah candi Sembadra. Candi-candi ini merupakan candi Hindu yang tertua di Pulau Jawa. Karena dibangun pada masa kejayaan Mataram oleh dinasti yang pertama yaitu Dinasti Sanjaya pada tahun 809 M.


Candi di Dieng ini ditemukan di dalam tanah. Namun keturunan penghuni asli yang membuat candi ini sekarang sudah tidak ada lagi. Mereka pindah ke arah timur yaitu di  Gedongsongo dan Bromo karena tidak ingin masuk Islam.   Untuk nama candi ini diberikan oleh penduduk setempat. 


Kompleks Candi Arjuna ini memiliki pemandangan yang cantik. Dari bangunan candi, pohon cemara yang seakan berbaris menjadi pengawal yang mengitari area tersebut. Juga beragam tanaman bunga yang hanya cocok ditanam di kawasan dengan udara sejuk. Bikin betah deh berlama-lama di lokasi wisata ini.

Dokpri

Sedihnya adalah karena pandemi, penurunan jumah wisatawan sangat terasa. Seperti yang saya perhatikan siang hari itu, pengunjung bisa dihitung dengan jari. Semoga dengan keputusan pembukaan kembali tempat wisata yang sudah mendapat persetujuan oleh Gugus Tugas Covid-19, termasuk Candi Arjuna ini, bisa pulih kembali. Tentu pengunjung harus mengikuti prosedur protokol kesehatan yang diberlakukan.


Sebelum pintu gerbang Komplek Candi Arjuna, sudah disediakan tempat cuci tangan dengan sabun dan air mengalir. Kemudian di loket penjualan tiket, ada petugas yang mengecek suhu tubuh para pengunjung. Kemudian tetap jaga jarak juga dengan sesama pengunjung. 


Pukul 11.34 rombongan kami tiba kembali di Rumah Budaya Dieng. Menu makan siang sudah menanti kami. Rasa lapar selepas memacu adrenalin merayapi lambung. Saya antusias mengambil piring dan mengisinya dengan menu menggugah selera.


Cerita jalan-jalan saya beserta rombongan Jateng on The Spot 2020 belum berakhir ya, Sob. Nantikan cerita lanjutannya tentang Posong, tempat berkabut yang memiliki view 8 gunung. Gunung apa saja yang menampakkan diri pada pengunjung yang beruntung? Ahhh saya cerita nanti aja ya, wassalamualaikum.

Reading Time:

Rabu, 21 November 2018

Pesona Dieng Telah Menjerat Seluruh Panca Indera Setiap Pengunjung
November 21, 2018 84 Comments

Assalamualaikum Sahabat. Pesona Dieng telah menjerat seluruh panca inderaku. Ini kedatangan saya yang keempat hanya di tahun 2018. Keren yak? Sebegitunya saya terpesona dengan kecantikan alam Dieng, hingga kesini lagi.

Suatu hari ada percakapan tertulis di WAG.
"Enaknya kemana ya weekend nanti?"
Beberapa usulan pun meluncur dari setiap anggota grup. Ada yang mengusulkan jalan-jalan ke Kabupaten Semarang, Karimun Jawa, Pantai di kawasan Jepara, hingga Dieng.

Iseng saya kumat.
"Awas loh, hati-hati kalo ke Dieng"
Pertanyaan pun meluncur bergantian. Beberapa menanyakan maksud tulisan saya.
"Iyaaa, hati-hati aja kalo ke Dieng"
"Mengapa sih mba?"
"Karena kalo kamu udah ke Dieng sekali, susah move on. Pasti kamu akan kembali lagi dan lagi, dan lagi"

"Wohhhh, kirain kenapa?" sambil pasang emoticon ngakak.
Dan benar sih komentar yang saya tulis di WAG. Dari sejak awal kenal alam Dieng tahun 1992 hingga tahun 2018 ini, saya nggak bisa menghitung sudah berapa kali berkunjung kesini.

Dan tanggal 16 Nopember yang lalu, saya kembali berkunjung ke Dieng. FYI, ini adalah kunjungan saya yang keempat di Dieng hanya dalam waktu 1 tahun terakhir. Kali ini saya mengikuti Famtrip Banjarnegara, bersama blogger Jawa Tengah dan Media Online, serta Jurnalis TV.

Pesona Dieng dan Alam Banjarnegara

Dari kota Semarang, saya berangkat numpang mobil Gus Wahid. Bersama kami ada Nia dan mba Ika yang selama ini sering menjadi teman seperjalanan bila diundang wisata di desa wisata Jawa Tengah.

Perjalanan kami menuju kantor  Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara berjalan lancar. Titik pertemuan seluruh peserta Famtrip Banjarnegara di Kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara.

Jadi rencananya, mobil Gus Wahid akan diparkir di halaman kantor Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Banjarnegara. Dari sana kami akan pesan Grabcar untuk menuju ke lokasi trip. 

Dan kami terlambat karena dari Semarang juga udah jam 8 lebih. Jadinya kami nyusul menuju D'Qiano, titik pertemuan berikutnya dengan menggunakan grabcar. 

Perjalanan menuju kawasan Dieng kali ini melintasi daerah Karangkobar. Kalian yang suka update berita, pasti tahu atau paling tidak pernah mendengar daerah ini.

Karangkobar merupakan rangkaian perbukitan dengan topografi tanah yang mudah bergeser. Jalan berkelok dan naik turun sepanjang jalur Banjarnegara - Karangkobar - Pejawaran - Dieng.

Namun saya justru menyukai jalur berkelok-kelok seperti ini. Terlebih sepanjang jalan mata kami bertaut dengan keindahan alam Karangkobar.  Rimbunnya pepohonan, ladang milik warga setempat, menjadi pemandangan yang tak membosankan.

Setelah kurang lebih dua jam dalam perjalanan dan beberapa kali bertanya, mobil yang kami tumpangi mulai masuk kawasan Dieng.

Oiya, kami sempat ketinggalan rombongan dan tidak mampir dulu di D'Qiano. Nggak apa sih karena di penginapan ini cuma makan siang. 

Jadi kami segera menyusul ke trip berikutnya yaitu Candi Arjuna.


Eksotisnya Komplek Candi Arjuna

Foto ini saya ambil saat  berkunjung bersama keluarga
pada tanggal 15 Juli 2018, pukul 5.30 mengejar embun es

Rupanya kami nggak mampu mengejar rombongan Famtrip Banjarnegara. Karena dari pantauan perbincangan di WAG, rombogan mulai memasuki Pendopo Soeharto - Whitlam.

Namun karena saya udah beberapa kali berkunjung ke komplek Candi Arjuna, boleh dong cerita sedikit ya.

Komplek Candi Arjuna terletak di dataran tinggi Dieng. Kawasan ini tak pernah sepi pengunjung meski bukan hari libur. Saya berkunjung kesini dengan beragam rombongan. Dari keluarga kecil kami, keluarga besar, teman kantor dari dua rombongan yang berbeda, sampai teman reuni SMP.

Dan saya bisa ngambil kesimpulan :
"Sesering apapun kamu berkunjung ke Dieng, nggak bakal bosan. Karena kamu bisa berkunjung dengan teman perjalanan yang berbeda. Juga melihat lokasi wisata di Dieng dari sudut mata yang berbeda. Keindahannya akan terus kamu temukan. Sepanjang segenap panca inderamu selalu terbuka lebar untuk menemukan keindahan yang baru"

Untuk memasuki kawasan Candi Arjuna ini tiap pengunjung dikenakan tiket masuk sebesar Rp. 15 ribu. Tiket ini bisa digunakan untuk mengunjungi komplek Candi Arjun dan Kawah Sikidang.


Komplek Candi Arjuna tak hanya tentang bangunan candi. Namun ketika berjalan, di sisi kanan terdapat komplek Dharmasala. Di sini juga terdapat dua sendang, yaitu Sendang Maerakaca dan Sendang Sedayu. 

Saya pernah mendengar cerita saat bulan Juli 2018, mengikuti ritual pemotongan rambut gimbal di Telaga Cebong. Bahwa dari Sendang Sedayu ini lah, airnya diambil untuk jamasan sebelum ritual pemotongan rambut gimbal.

Memasuki kawasan candi, pengunjung mendapatkan pinjaman sarung kotak-kotak hitam putih. Bisa dipakai menjadi sarung sebelum memasuki gerbang candi.


Pesona Dieng

Komplek Candi Arjunan juga terdapat beberapa situs candi lainnya. Model bangunannya membentuk deretan. 

Di sisi timur terdapat Candi Arjuna, Candi Srikandi, Candi Puntadewa, dan Candi Sembadra. Di bagian barat terdapat satu candi yang tersisa, yaitu Candi Semar.

Setiap kali berkunjung ke komplek Candi Arjuna, saya tak pernah bosan menatap pemandangan yang mengelilinginya. Deretan pohon cemara, bunga terompet, dan tanaman lainnya, bikin betah pengunjung. 


Pict. by Pak Chaerudi

Cukup dengan duduk di rumput, dan menatap seputar komplek candi bikin hati menjadi damai. Terlebih udara sejuk sesekali berhembus. Menyentuh, mengusap segenap indera. 


Indera penglihatan ini menjadi jernih menatap hijau daun yang tumbuh subur. Indera penciuman pun jadi bersih karena alam yang masih terjaga keasriannya. Indera peraba ini bahkan mampu menyentuh permukaan embun bila berkunjung pagi hari. Seperti yang saya alami bulan Juli lalu.

Dari cerita teman blogger Famtrip Banjarnegara, usai kunjungan ke komplek Candi Arjuna, mereka beranjak ke Pendopo Soeharto, Whitlam.

Selama ini mana saya tahu kalo pendopo ini ternyata pernah menjadi saksi sejarah negri Indonesia?

Bangunan seluas 80 meter persegi ini terletak dekat dengan komplek Candi Arjuna. Pada tahun 1974, sekitar tanggal 6 September terjadi pembahasan antara Presiden Republik Indonesia, Bapak Soeharto dengan Perdana Mentri Australia, Grough Whitlam.

Mereka membahas tentang Timor Timur. Tapi ini masih butuh catatan tertulis untuk mengetahui kebenarannya. Mungkin itu yang membuat bangunan ini disebut Pendopo Soeharto - Whitlam.

Dari depan pendopo ini lah, saya dan teman-teman blogger dari Semarang bergabung dalam rombongan Famtrip Banjarnegara. 


Kencan Sejenak Dengan si Lincah Kawah Sikidang

Begitu menaiki bus, ada kotak snack yang mampu mengusir lapar. Sebenarnya sebelum tiba di komplek candi, sopir ojek online kami sempat menawarkan untuk mampir makan siang. Namun kami tak ingin ketinggalan rombongan lagi untuk bergabung dalam trip berikutnya.

Senangnya saat bisa bertemu dan mengikuti perjalanan menuju trip berikutnya. Kawah Sikidang ini memiliki cerita sendiri dalam hidup saya. 

Sekitar tahun 1992 saya pernah berkunjung ke Kawah Sikidang. Dan lokasinya itu terletak dekat dengan jalan setapak yang saat ini terdapat warung-warung. 

Kemudian setelah kawah, terdapat area luas yang tandus dan berwarna putih. Bila kaki menginjak di atas tanah itu, seperti empuk dan bisa mantul-mantul gitu. 

Dulu saya sempat terselip rasa khawatir. Bila tanah yang tengah saya injak ini longsor ke dalam. Bisa kalian bayangkan dong, saya akan jatuh ke dalamnya.

Namun logika saya menyeret angan untuk berpikir jernih. Namanya tempat wisata, tentu bila berbahaya tidak akan dibuka untuk umum.

Nah, kemarin kami sempat menggunakan masker karena bau belerang begitu kuat berhembus. Bagi yang kuat sih nggak pakai juga nggak masalah. Karena masker saya pun hanya menggantung di leher. Sesekali aja saya gunakan, kalo ada yang merokok, haahahaa.


Pesona Dieng
Pict. by Ika Puspita
Jadi kawah Sikidang itu sesuai nama yang disematkan padanya. Kawah yang suka berpindah-pindah ini memang menyimpan misteri. Dari lokasi kawah yang saya tahu saat berkunjung pertama tahun 1992, saat ini Sikidang sudah berpindah tempat yang agak jauh.

Dari bibir kawah, kita bisa melihat lompatan-lompatan kecil sampai agak besar. Karena suka melompat dan berpindah lokasinya ini, dianggap mirip hewan Kijang. Karena itu lah kawah ini dinamakan Kawah Sikidang.

Bisa saja suatu hari nanti, lokasi kawah akan berpindah dari lokasi saat ini. Siapa yang tahu, kan?

Kalian wajib loh mampir kesini kalo udah nyampe Dieng. Tiket terusan dari kunjungan ke Candi Arjuna bisa digunakan untuk masuk kawasan ini.

Pesona Dieng
Pict by Ika Puspita

Duduk di ayunan, foto dekat kawah, ataupun di spot foto lainnya, bikin hepi. Di sini juga banyak warung bila Kalian berkunjung saat weekend.

Desa Wisata Dieng Kulon Yang Tak Pernah Sepi Pengunjung


Famtrip berlanjut menuju Desa Wisata Dieng Kulon. Di sini ada Mas Alif yang menjadi Ketua Pokdarwis (Kelompok Sadar Wisata) Pandawa. 

Mas Alif mengajak kami menyusuri perkampungan yang dekat dengan lokasi komplek Candi Arjuna. Di desa ini terdapat homestay yang siap menerima pengunjung lokasi wisata di Dieng. 

Di salah satu homestay yang kami kunjungi, bahkan terdapat paket komplit bila ingin menginap di sana. Sekar Jagad Homestay ini menjadi pusat pembuatan kerajinan lukis kayu. Ruang tamu homestay menjadi tempat mereka memamerkan karya berupa hiasan lukis di atas kayu dari tangan sang pemilik homestay. 

Terus terang saya takjub dengan hasil karya mereka. Bagi orang awam seperti saya, susah kayaknya melukis di atas kayu.


Pesona Dieng

Saya sempat mengambil gambar beberapa lukisan di atas kayu tersebut. Semua terlihat menarik dan unik. Beberapa teman blogger bahkan ikut melukis, namun medianya diganti kardus.

Butuh ketelatenan ya untuk melukis di atas permukaan kayu gini. Enggak bisa asal melukis tapi emang butuh kesabaran. Apalagi kalo salah coret, kan jadi nggak bagus, hahahaa. 

Saya sendiri nggak pede ikut melukis. Mending ngambil gambar kamar-kamar homestay yang disewakan aja. Sambil berbincang dengan pemilik rumah.


Dari dalam kamar saya mendengar Mas Alif bercerita tentang konsep desa wisata. Menurut Mas Alif, Desa Wisata bisa disebut seperti itu karena ada tiga hal pokok. Yaitu Something to See, Something to Do, Something to Buy.

Coba deh kalian nginap di homestay di Dieng Kulon, pemandangan yang cantik akan tersaji sejauh mata menatap. Bangun pagi menatap langit yang biru dengan perbukitan dan ladang penduduk, seakan surga yang gampang kita nikmati. Ini merupakan konsep Something to See.


Desa Wisata Dieng Kulon

Something to Do adalah dengan mengikuti paket nginap dan kegiatan pemilik homestay, mulai dari bangun pagi dan berjalan ke kebun. Ikut menyiangi rumput liar di kebun, pasti menjadi sensasi wisata yang bakal mengendap dalam hati kalian.

Atau bisa juga sekedar berjemur dan menikmati vitamin D gratis yang luar biasa hangatnya. Kalo pun udara dingin sesekali menyentuh permukaan kulit, nggak bakal bikin kedinginan. Karena ada sajian teh panas serta Tempe Kemul.

Nah, konsep Something to Buy bisa menjadi kegiatan bagi pengunjung untuk membeli hasil karya warga desa. Seperti ukiran, lukisan di atas kayu, sebagai oleh-oleh dan kenang-kenangan dari Desa Wisata Dieng Kulon.

Atau bisa juga membeli oleh-oleh makanannya yang beragam. Yaitu Carica dan Terong Belanda yang dikemas dalam wadah plastik. Manisan ini berkhasiat banyak.

Seperti Terong Belanda yang katanya bisa untuk menurunkan tensi dan kolesterol. 

Ada toko oleh-oleh yang sudah lama ada di dekat tempat bus rombongan parkir. Di sana tersedia Carica dan Terong Belanda yang dijadikan manisan, Purwoceng, dan beragam oleh-oleh lainnya khas Banjarnegara.


Melempar Batu di Sumur Jalatunda 

Pesona Dieng
Gerbang menuju Sumur Jalatunda
Pict by Gus Wahid

Kunjungan hari pertama Famtrip Banjarnegara 2018 adalah di Sumur Jalatunda. Saya sempat shalat dulu sebelum menaiki tangga yang jumlahnya puluhan itu.

Saya dan keluarga juga pernah berkunjung di Sumur Jalatunda ini sekitar tahun 2014. 

Kemarin saya tertawa menyaksikan teman-teman seperjalanan yang menghitung anak tangga saat naik dan turun. Katanya, hasil hitungan mereka saat naik dan turun tidak sama. 

Sumur Jalatunda dulunya merupakan lubang kepundan yang mengalami letusan dahsyat. Sehingga menjadi sebuah sumur dengan kedalaman 100 meter dan  diameter luasnya 90 meter.

Msyarakat setempat meyakini bahwa siapa yang berhasil melemparkan batu tiga kali berturut-turut dan mengenai tebing di seberang, keinginannya akan terwujud.


Bermalam di D'Qiano Sambil Berendam di Kolam Air Panas

Senja mengantarkan perjalanan kami berikutnya menuju ke D'Qiano Hot Spring Waterpark Dieng. Di penginapan yang terletak dekat dengan Kawah Sileri in lah kami akan bermalam. 

Udara dingin mulai merambat permukaan kulit. Saya masih bisa menahan dingin di kulit. Hanya bau belerang memang masih mengantarkan perjalanan ini.

Saya bersama teman perempuan mendapatkan kamar nomer 7. Terdapat dua lantai dengan lantai 1 ada kamar untuk dua orang dan kamar mandi dalam, serta ruang tamu.

Namun kami berlima, yaitu Ery, blogger Purbalingga, Gita blogger dari Banjarnegara memilik gabung dengan kami di lantai 2. Kami tinggal nyeret kasur satu untuk menambah fasilitas tidur di lantai 2 yang hanya untuk  4 orang.

Cerita selengkapnya akan saya tuliskan pada artikel selanjutnya ya. Terlalu panjang kalo ditulis di sini semua. Nantikan ya cerita tentang D'Qiano dan juga makan malam yang mengenyangkan. Wassalamualaikum.
Reading Time: