Touring Lintas Timur Sumatra Yang Seru dan Mendebarkan - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Jumat, 03 November 2017

Touring Lintas Timur Sumatra Yang Seru dan Mendebarkan


Assalamualaikum. Temans, bulan September 2017 saya dan suami Touring Lintas Timur Sumatra Yang Seru dan Mendebarkan. Perjalanan seru dan sesekali juga mendebarkan. Ceritanya road trip ini adalah keinginan suami yang kebetulan didukung adiknya yang tinggal di Pekanbaru.


Kebetulan niat baik adik paksuami adalah menyenangkan kakak-kakaknya traveling di salah satu bagian destinasi wisata di dekat kota Pekanbaru. Kebetulan lagi kami berangkat dengan memilih jalur darat. Menggunakan mobil HRV yang masih kinyis-kinyis seumur hitungan hari a.k.a. baru keluar dari showroom. Hihihiii.


Yes...memang road trip ini tujuan utamanya selain jalan-jalan, juga untuk mengantarkan mobil yang baru dibeli adik kami 


Aseliii ... sebelum hari keberangkatan, saya udah excited banget waktu pertama mendengar info dari suami. Kabar bahwa saya dan suami akan diajakin traveling di beberapa tempat wisata di Bukit Tinggi dan sekitarnya. 

"Beneran nggak?" gitu pertanyaan yang saya sodorkan pada paksuami.
"Berdoa aja, moga jadi. Oiya, jaga kesehatan juga agar lancar perjalanan kita nanti,"


Wuiiiihhhh, saya terlalu girang hingga berbagai gambaran tentang situasi tempat wisata berkelebatan dalam angan. Saya hanya tahu dari foto-foto dan majalah yang menyajikan tempat wisata nan cantik di pulau Sumatra bagian Barat tersebut.


Nggak sabar juga menanti tanggal dan hari yang udah direncanakan tiba di depan mata. Dan saya melupakan satu penyakit yang pernah menyambangi tubuh ini bertahun lalu. Tiba-tiba aja lima hari jelang keberangkatan, vertigo itu datang lagi. Mendarat di tubuh hingga bikin kliyengan. Sempat pengen membatalkan keberangkatan. Namun tiket udah dibooking ama adik ipar. Masa sih saya nggak berangkat. Niatnya kan mau diajakin jalan-jalan. 


FYI, saya dan suami bukan lah traveling minded. Kami hanya suka jalan. Nggak pernah juga bikin itinerary tiap kali mau jalan ke suatu kota. Seringnya bahkan kami dadakan aja kalo pengen jalan-jalan.


Bahkan kami sekeluarga belum pernah sama sekali traveling hingga keluar negeri. Hanya saya dan suami yang pernah terbang keluar negeri. Itu pun karena kami menunaikan ibadah haji.


Saya dan suami punya prinsip yang sama. Keluar negeri pertama kali ya harus berkunjung ke dua kota suci. Yaitu Makkah al Mukkaromah dan Madinnah al Munnawaroh. Kalo bukan untuk umroh, insya Allah untuk berangkat haji. 


Alhamdulillah prinsip yang sebelum keberangkatan berasa tak mungkin itu terwujud. Kami sudah menunaikan ibadah haji tahun 2014. Prinsip yang menjadi impian dan didukung doa serta ikhtiar itu diijabah Allah. 


Nah, usai ibadah haji, rasanya kami jadi pengen juga bisa jalan-jalan di berbagai tempat. Tapi selama ini memang belum pernah punya kesempatan ke luar negeri. Keluar dari Pulau Jawa aja baru sebatas ke Bali. Pergi rombongan keluarga waktu Milzam dan Naufal masih usia balita (tahun 2000).


Kesenangan jalan-jalan keluarga kami baru sebatas pulau Jawa. Semoga bisa menyusuri negeri tetangga tahun depan, aamiin.


Terlebih ada disebutkan dalam ayat 15 Surat Al-Mulk, sebagai berikut :

Dialah Yang menjadikan bumi itu mudah bagi kamu, maka berjalanlah di segala penjurunya dan makanlah sebagian dari rezeki-Nya. Dan hanya kepada-Nya-lah kamu (kembali setelah) dibangkitkan.” 


Jelas sekali, Allah memerintahkan umat Islam untuk menjelajahi bumi ini. 


www.hidayah-art.com
Kereta Eksekutif Gumarang

Kembali lagi pada rencana akan jalan-jalan melintasi kota-kota di pulau Sumatra. Saya dan suami akhirnya berangkat pada tanggal 21 September 2017. Berangkat dengan menggunakan kereta api Gumarang dari stasiun Tawang menuju Jakarta. Mbakyu yang tinggal di Pekalongan akan gabung nanti dari sana.


Tepat sesuai jadwal, pukul 02.45 kami tiba di stasiun Jatinegara. Sengaja kami memilih stasiun Jatinegara untuk pindah kereta menuju stasiun Kota Bogor. Sambil menanti jadwal commuter line pukul 05.00, kami duduk di antara dua rel. Di sana banyak juga penumpang yang bernasib seperti kami. Menanti commuter line sesuai jadwal masing-masing.



www.hidayah-art.com

Rencananya di stasiun Jatinegara itu pula kami akan numpang shalat di Musholla. Waktu dua jam menunggu dengan udara dingin yang menembus pakaian, bikin saya cukup kedinginan. Akhirnya saya duduk dengan menekuk kedua lutut. Sambil membaca novel yang sengaja saya bawa untuk bekal perjalanan. Saya memang selalu membawa novel untuk teman di perjalanan. Yup, novel adalah teman setia agar nggak boring aja di perjalanan. 


Untuk orang yang tidak pernah menggunakan commuter line, bisa membeli kartu seharga 15 ribu. Suami membeli tiga kartu untuk saya, suami, dan mbak Nur. Nanti setibanya di stasiun tujuan, kartu itu bisa ditukar dengan uang 10ribu rupiah. 



Oiya, saya baru sekali ini naik commuter line. Hahahaa, senang juga bisa menikmati perjalanan bareng para commuter yang menuju tempat kerja. Bukan sebatas pekerja sih, karena saya menemukan beberapa pelajar juga menggunakan commuter line. Semangat mereka menuntut ilmu dan bekerja sedari dinihari sungguh luar biasa. Semoga berkah apa yang mereka lakukan, aamiin.

www.hidayah-art.com
Suasana stasiun kota Bogor

Singkat cerita, tepat pukul 7.35 kereta memasuki stasiun kota Bogor. Yuli, adik paksuami udah siap di ruang penjemputan. Alhamdulillah, kami siap memulai perjalanan berikutnya menuju rumah adik kami. Kami sempat mampir dulu di warung Bubur Ayam di daerah Dramaga. Lumayan seporsi bubur bisa mengganjal perut yang lapar. 



www.hidayah-art.com
Kamu tim bubur diaduk atau enggak?

Sesampainya di rumah adik ipar di daerah Dramaga Bogor, kami bergantian mandi. Rencananya seharian ini kami akan leyeh-leyeh. Karena tepat pukul 22.00 WIB, kami akan memulai touring lintas Timur Pulau Sumatra. Suami shalat Jumat di masjid dalam komplek, saya malah tertidur. 


Menjelang Maghrib kami mulai prepare beberapa barang tambahan untuk masuk bagasi mobil. Yuli bahkan menyiapkan menu untuk sarapan besok paginya di jalan. Perkiraannya sebelum Shubuh kami sudah tiba di dermaga Bakauheni, Lampung.



Touring Bogor - Lampung


Tepat pukul 22.00 WIB, kami mulai petualangan menuju dermaga Merak. Kami memilih perjalanan malam karena berharap tiba di Merak sekitar pukul 12 tengah malam.



Jalan masih lumayan ramai. Jakarta seperti tak pernah tidur dan tetap sibuk. Jalan tol yang menghubungkan rute menuju Merak tak pernah sepi. Terlebih saat mendekati Merak ada perbaikan jalan. Jalan pun macet berkilometer jauhnya.


Sesuai perkiraan Yuli, kami sampai di dermaga penyeberangan Merak - Bakauheni saat tengah malam. Kami membayar tiket sebesar 370ribu. Mobil masuk ke lambung kapal dengan lancar.


Yang bikin saya menyesal adalah nggak bisa menyaksikan pemandangan dermaga. Kesibukan rutinitas bisa disaksikan saat pagi hingga senja. Kalo tiba di dermaga saat tengah malam seperti yang saya alami, tentu hanya gelap pekat yang nampak.


Kalo perjalanan malam, penumpang kapal bisa beristirahat di beberapa ruangan. Kami sengaja memilih ruangan VIP yang fasilitasnya adalah pendingin udara. Percuma juga berada di atas kapal, nggak ada yang bisa dilihat selain pekatnya malam. Kami lebih memilih mengistirahatkan tubuh agar pagi bisa melanjutkan perjalanan ke Palembang.



www.hidayah-art.com

Yup, perjalanan darat lintas Timur Sumatra ini rencananya kami mampir di Palembang. Ada rumah mbak sepupu kami yang sering dijadikan tempat untuk menginap bagi anak cucu keluarga Bani Muhyi, yang jalan-jalan di kota Palembang. Rumahnya besar, sayang aja kalo kami nginap di hotel. Apalagi kalo mba Atiek udah tahu kedatangan kami. Pasti dipaksanya nginap di rumahnya.


Kembali cerita tentang ruangan VIP yang menurut saya biasa aja. Bedanya dengan ruangan ekonomi hanya fasilitas pendingin udara. Kemudian ada tempat untuk rebahan juga. Ukurannya cukup untuk meletakkan 4 buah kasur selebar 120x180cm. Tapi sistemnya siapa cepat dia yang dapat, hahaha.



Adik ipar dan suami saya sempat gantian tidur di sana. Lumayan lah suami bisa sampai mendengkur. 



Saya sendiri mencoba tidur di kursi dengan sandaran tinggi ini. Etapi sebelum bisa tidur saya sempat ngemil kue sebiji. Lumayan buat pengisi perut karena lapar tengah malam.


____________


Fajar belum menyingsing. Langit pun masih pekat. Suara debur ombak di selat Sunda, terdengar samar mengiringi perjalanan kami. Dengan mata masih mengantuk, saya menatap dari balik jendela kaca. Kurang lebih pukul 04.00 kapal memasuki dermaga Bakauheni.



Begitu lambung kapal sudah merapat, antrian mobil, truk, serta bus pun pelan bergantian meluncur ke darat. Langit masih pekat. Gagal deh melihat matahari terbit dari atas kapal penyeberangan.



www.hidayah-art.com


Jalan di Lampung kebanyakan udah mulus. Yang menarik adalah melewati beberapa rumah dengan pura di depan yang khas Bali. Ah iya saya baru ingat kalo daerah Lampung Timur ini menjadi tempat tinggal warga pendatang Bali. Mereka telah lama menempati daerah ini dan berbaur dengan penduduk asli. Meski pernah juga terdengar kabar keretakan hubungan di antara penduduk dan warga asli, semoga sekarang rukun selamanya. Saling menghargai adalah satu kompromi agar tetap harmonis bagi setiap warga negeri ini. Semoga ya, aamiin.



www.hidayah-art.com
Bangunan pura selalu lebih bagus
dari rumah yang dihuni

Saya menemukan sebagian besar pengguna jalan raya yang tidak mengenakan helm. Atau kalo ada yang pakai helm hanya pengendaranya. Yang bonceng santai aja nggak pakai helm. Sementara menurut aturan baik pengendara maupun yang bonceng harus menggunakan helm SNI. Gunanya adalah untuk keselamatan di jalan raya. 


Kami sempat mampir shalat Shubuh di musholla milik satu SPBU di pinggir jalan. Ada fasilitas gazebo yang cukup luas untuk rebahan sebentar bagi pengemudi yang lelah. Kalo lelah tubuhnya apalagi mata udah ngantuk, paling aman memang istirahat dulu. Perjalanan darat itu butuh stamina yang prima. Bukan cepat dan tepat waktu untuk sampai di tempat tujuan. Namun keselamatan lah yang utama.


Oiya, sarapan pagi itu udah prepare dari rumah di Bogor. Ada Nasi Tim ala adik ipar yang rasanya mantap juaraaak. Isinya adalah nasi, sayuran, ikan asin peda, ikan teri, yang dimasak dalam magic com. Meski masaknya praktis, namun soal rasa tak kalah dengan resto di Semarang. Teman makannya ada mie goreng ayam yang nikmat. Tadi pagi sebelum sarapan nasi, kami sempat sarbu. Sarapan buah, yaitu buah Jambu biji kristal, Mangga, dan Pepaya. Alhamdulillah, kenyang dan puas.


Kelapa Sawit di sepanjang jalan Lintas Timur Sumatra


Sayangnya pemandangan sepanjang jalan lintas Timur Sumatra ini sama. Kanan kiri berupa rumah, beragam jenis pohon, terutama kelapa sawit.  Akhirnya saya bisa juga melihat deretan pohon kelapa sawit yang rapat. Atau hamparan pohon kelapa sawit dari usia remaja hingga yang udah berbuah lebat.


Setiap beberapa hektar selalu ada parit yang berisi air. Buah Kelapa Sawit memang jadi andalan komoditi yang menguntungkan. Indonesia menjadi bagian dari usaha produksi olahan Kelapa Sawit dari hulu hingga hilir. 


Beberapa kali saya menjumpai truk pengangkut buah Kelapa Sawit. Ada juga petani dan pekerja yang tengah panen, juga menaikkan buah itu ke atas truk pengangkut. Sepertinya nyaris tiap rumah penduduk di pinggir jalan memiliki pohon Kelapa Sawit. 


Perjalanan yang panjang tak menjadikan jenuh ketika pemandangan cukup menyegarkan mata. Banyak pula hikmah yang muncul selama di jalan. Kelelahan kadang menyapa, terutama suami dan adik ipar yang menyetir mobil.  Saya mesti sering menyiapkan cemilan dan minuman untuk suami. Ketika lelah kami pun berhenti dan beristirahat.


Yang paling seru dalam perjalanan ini adalah ketika mobil kami seringnya menjadi penghuni sendirian di jalan lintas Timur ini. Mungkin karena kami melintas saat bukan bulan mudik. Jadi teman seperjalanan kami cuma satu dua mobil dan seringnya pun hanya dalam jarak beberapa kilometer. Selebihnya adalah pengendara motor, sepeda, kadang pun lengang sendirian. Kadang bikin mendebarkan. Terutama saya yang baru pertama kali ke Sumatra ini. Tapi perasaan saya banyak senangnya sih, excited banget.


Alhamdulillah setelah melewati jalur lintas Timur Sumatra sepanjang kurang lebih 298 km, kami tempuh dalam waktu sekitar 11 jam. Kami sampai di rumah keluarga Mbak Atiek sekitar pukul 14.35 WIB. 


Artikel ini masih akan berlanjut dalam episode touring berikutnya, yaitu Palembang - Jambil - Pekanbaru. Ikuti terus ya kisah perjalanan saya berikutnya. Wassalamualaikum.

5 komentar:

  1. Touringnya seru banget tuh, Mbak. Sudah lama pengen tahu Sumatera, dan pulau-pulau lainnya. Selama ini aku masih diem-diem saja di Jatim. :'D

    BalasHapus
  2. Di Lampung bangunan puranya memang bagus-bagus, Mbak. :D Keren banget pokoknya.

    BalasHapus
  3. Seru ya mbaa naik mobil bisa mampir2. Kalo kampung halaman ibuku di Sumatera Utara. Dulu pulkamnya ngebus 3hari dr Jawa 😁

    BalasHapus
  4. Seru ya mbak aku pengen deh kapan2 balik ke aceh lewat jalan darat. Bisa mampir ke banyak kota

    BalasHapus
  5. Wah mbak wati ama suami masih kuat menempuh perjalanan darat ama kereta, bus dan kapal laut, aku mungkin dah nyerah milih pesawat, sehat selalu ya mbak biar bisa jeng jeng lagi 😀

    BalasHapus