APA KATA MUI TENTANG FATWA HARAM BPJS KESEHATAN? - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Selasa, 04 Agustus 2015

APA KATA MUI TENTANG FATWA HARAM BPJS KESEHATAN?


                                             
Klarifikasi MUI: Tidak Ada Fatwa BPJS Haram  
Gambar dari sini
                             
Halo temans, setiap pagi saya selalu berdoa agar kesehatan senantiasa menjadi sahabat kami sekeluarga. Doa yang sama pula, saya harapkan untuk kesehatan teman semua, aamiin.

Namun tak selamanya pengharapan berbanding lurus dengan kenyataan. Sometimes isn't happened. Yeahh, kadang tubuh butuh istirahat dan kita mengabaikannya. Dan virus dari luar pun mudah menyergap fisik yang tengah lemah, menyebabkan penyakit datang.


Bagi sebagian besar masyarakat, memiliki pertanggungan asuransi dengan manfaat maksimal adalah impian. Dan hanya sebagian kecil saja yang mampu membeli polis dengan manfaat maksimal untuk mendapatkan perlindungan bagi dirinya.

Ketika BPJS Kesehatan hadir pada awal tahun 2014, menggantikan beberapa jenis asuransi yang dikelola oleh pemerintah, yaitu PT ASKES dan JAMSOSTEK. Serta berwenang mengelola pelayanan kesehatan dengan manfaat perlindungan bagi penggunanya.

Ada banyak manfaat setelah kehadiran BPJS Kesehatan, setelah hanya sebagian kecil masyarakat yang bisa merasakan manfaat Jaminan Kesehatan gratis dari pemerintah. Setelah penggabungan, makin banyak masyarakat miskin yang bisa memperoleh jaminan kesehatan tanpa perlu mengeluarkan uang. Hal ini disebabkan karena anjuran bagi sebagian besar masyarakat yang mampu, agar menjadi peserta BPJS Kesehatan dengan membayar dan memilih jenis kelas asuransi sesuai kemampuan. Dari kepesertaan perorangan inilah, pemerintah bisa mengalokasikan anggaran dana yang lebih besar untuk membantu masyarakat miskin.

Saya sendiri sebagai peserta BPJS Kesehatan yang dulunya mutasi dari JAMSOSTEK, sangat merasakan manfaat asuransi yang sekarang ini. Meski tak dipungkiri, masih banyak kritik dan hujatan pada pengelola BPJS Kesehatan karena pelayanan yang tidak bagus di tingkat pertama atau lanjut di fasilitas kesehatan yang ditunjuk.

Namun sebatas pengalaman saya selama mendampingi anak-anak, justru setelah berpindah nama menjadi BPJS Kesehatan, saya belum menemukan kendala yang berarti. Tentang pelayanan faskes tingkat satu hingga lanjutan, pernah saya tulis dalam artikel yang berjudul Aku Ibu dari Seorang ADE. Silahkan bagi yang belum sempat membaca tulisan saya tersebut.

Saya sangat terbantu mendapat pelayanan kesehatan tingkat lanjut di salah satu rumah sakit swasta langganan keluarga, dari pendaftaran, pemeriksaan oleh dokter spesialis hingga mendapatkan obat, dengan baik dan ramah. Semua gratis tis tissss.

Apakah bila tanpa bayar saya mendapatkan pelayanan yang tidak ramah, judes atau meremehkan dari petugas rumah sakit? Tidak! Mereka tidak membedakan pelayanan pada pasien yang menggunakan jasa BPJS atau yang membayar tunai. Semua pasien mendapat perlakuan yang sama. 

Namun ternyata tidak semua mengalami pengalaman baik ketika menggunakan faskes baik tingak pertama hingga lanjut. Ada seribu cerita tentang pelayanan yang buruk, tidak memuaskan atau hal lain tentang manfaat BPJS ini. Tentang hal ini, saya berniat menuliskannya dalam artikel terpisah.

Karena kali ini saya mau curhat saat mendengar rumor yang ada di program berita tv nasional serta online di medsos. Saya katakan rumor, karena ternyata sumber berita sudah mengklarifikasinya.

Pasti teman sudah tahu berita yang saya maksud. Ya, tentang fatwa haram BPJS Kesehatan yang dikeluarkan oleh  MUI. 

Nah, kalo ternyata beberapa hari kemudian MUI mengklarifikasi sebagai berikut :

“Terjadi misunderstanding yang menjadi polemik liar,” kata Din Syamsuddin pada konferensi pers jelang Muktamar Muhammadiyah ke-47 di Makassar, Sabtu, 1 Agustus 2015. Din yang juga Ketua Umum Pengurus Pusat Muhammadiyah memastikan MUI tidak pernah mengeluarkan fatwa yang menyinggung BPJS. Adapun rekomendasi yang dikeluarkan Sidang Ijtima, hanya berupa saran untuk penyempurnaan BPJS. “Dan setelah saya teliti, tidak ada kata haram di dalamnya.”


Jadi, mengapa ada berita yang mengatakan bahwa MUI mengeluarkan fatwa haram tentang BPJS Kesehatan? Apa benar pihak media salah menginterpretasikan isi pesan yang direkomendasikan oleh Sidang Ijtima untuk penyempuraan BPJS? Seperti yang disebutkan oleh ketua MUI, Bapan Din Syamsuddin. Bahwa Komisi Bidang Fatwa MUI bekerja dengan mendengarkan permasalah masyarakat seputar pelaksanaan BPJS Kesehatan. Dari sekian kritikan, saran dan keluhan yang diterima terkait pelayanan BPJS, muncullah rekomendasi tersebut.

Tentu saja MUI berharap pemerintah bisa melaksanakan rekomendasi terkait pengelolaan dana iuran peserta serta anggaran negara untuk BPJS Kesehatan.  Yaitu menggunakan program yang lebih sesuai dengan syariah Islam dan bisa memberi manfaat lebih kepada masyarakat.

18 komentar:

  1. Pertama, klarifikasi semacam ini penting untuk dilakukan ketika berita yang beredar tidak sesuai dengan sumber berita.

    Kedua, ketika mendapatkan informasi di sebuah media sosial, penting bagi kita untuk merujuk ke sumber aslinya. Inilah pentingnya sebuah sanad.

    BalasHapus
    Balasan
    1. Betul sekali pak, pembaca suka baca judulnya aja. Malas mungkin ya, dan efeknya bakal merugikan orang banyak yang tidak mendapat info dengan benar dan jelas.

      Makasih udah mmapir

      Hapus
  2. Biasanya tuh, orang yang komen asal. Baru membaca separuh kalimat, langsung menyimpulkan makanya terjadi polemik liar

    Eh, Mbak ada lomba BPJS lho di Kompasiana, mending bikin yang baru lalu ikutkan lomba di sana ... eh ... kalo Mbak Hidayah punya akun Kompasiana. Kalo belum punya, dibikin saja, Mbak :)

    BalasHapus
    Balasan
    1. Nah itu dia mba, bikin sedih kalo baca berita ngawur.

      Aku nggak punya akun kompasiana. Tapi menarik juga infonya, makasih mba Niar :)

      Hapus
  3. setuju anget dengan pemdapat pak Azzet dan mba Niar :)

    BalasHapus
  4. hooo jadi engga haram kan mak? ngeri ngeri sedap juga pas denger kata haramnya :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Jangan sampai diharam2kan ah, saya penggunanya siih :)

      Hapus
  5. kebanyakan hanya membaca judul atau menerima broadcast mengenai BPJS ini ya mbak tapi kurang mendapat info yang sebenarnya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Iya banget mba, dan asal share tanpa mengerti benar tidaknya, bikin sedih ya

      Hapus
  6. paling tidak pas sakit dadakan bisa berobat dg ini y mb

    BalasHapus
  7. Aku juga penggunaa hehe. Alhamdulilah justru setelah jd BPJS, sepengalaman sy nggak ada pembedaan pelayanan dari (oknum) petugas di faskes.

    Dan sbg mantan anak jur.komunikasi, aku suka sediih, sebeel, lihat media seringkali nurunin berita seenaknya. Bikin judul yg provokatif. Ke mana semua pelajaran jurnalistik yg (mungkin) pernah awak media peroleh? *bejek2 remote tipi

    BalasHapus
  8. Ya Allah, jadi begitu yang sebenarnya mbak. Untung gak aku sempat share-share mbak. Dan sekarang pun aku begitu mbak, apapun isu, aku berusaha untuk menahan diri dulu, tunggu dulu.
    Soalnya media sekarang suka nyari senssasi sih. Mereka kalo masyarakat heboh dan ribut.
    Alhamdulillah BPJS gak haram. Saya tahun ini mau mendaftar BPJS nih.
    TFS ya mbak

    BalasHapus
  9. Kerjaan media yg suka cari sensasi n seringnya kita2 langsung kemakan gitu aja. Suka gemes sama media jadinya... makin hari makin lebaayy

    BalasHapus
  10. Hmmm begitu ya. Aku belum jadi anggota BPJS sih, masih terkendala surat kematian kakak yg ketlingsut padahal ada di KK.

    BalasHapus
  11. makanya saya malas men-share sesuatu yang sedang heboh. Kadang banyak orang yang suka panik duluan trus gak melakukan cek-ricek

    BalasHapus
  12. Alhamdulillah, lega karena ternyata berita itu salah...BPJS sangat membantu kita soalnya ya mbak..

    BalasHapus