Merawat Orang Tua Yang Sakit - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Rabu, 28 November 2012

Merawat Orang Tua Yang Sakit



Tulisan ini dimuat di Majalah Kartini, edisi 2325 tgl 28/6/2012

MERAWAT  ORANG TUA YANG SAKIT DENGAN HATI IKHLAS

            Setiap besuk orang sakit yang rawat inap di rumah, aku selalu membayangkan kamar yang pengap dan bau khas penyakit.  Atau menjumpai sprei yang kusam karena jarang diganti.  Itu pun masih ditambah dengan bau obat antibiotik yang menyergap hidung.  Ini pengalaman yang sering aku jumpai.  Dan bukan bermaksud buruk bila akhirnya hidungku mengerut tak tahan.  Bahkan kadang aku mesti menahan nafas. 
            Sore itu aku janjian dengan sepupu, akan membesuk bulik yang mengalami stroke.  Aku sudah membayangkan kamar dengan aroma tertentu.  Biasanya penderita stroke yang sudah parah, akan menggunakan pampers agar memudahkan dirinya sendiri dan orang yang merawatnya.  Meski ada juga penderita yang tak nyaman menggunakannya.  Dan hal ini menjadi bahan pertikaian dengan keluarga atau orang yang merawatnya.
            Namun tak demikian yang aku jumpai di kamar bulik.  Begitu aku masuk ke kamar beliau, harum aromatherapi  yang menyegarkan, menyambut kedatangan kami.  Di atas pembaringan, beliau tidur dengan nyaman.  Pakaian yang dikenakannya bersih dan wangi.  Saat aku mendekat untuk mencium pipinya, aroma sabun mandi masih menguarkan wangi yang khas.   
            Mataku masih menjelajah seisi kamar.  Kali ini pandanganku terpusat pada kertas ukuran folio yang berisi tulisan jadwal piket.  Ah, rupanya ada sesuatu dibalik kebersihan ruangan ini.   
            Dari cerita putra-putrinya, selama ini telah disusun jadwal bagi anak dan menantu untuk merawat ibundanya.  Tak ada alasan tak ada waktu, karena semua memperoleh giliran jaga sesuai keinginan masing-masing.  Jadi, kegiatan bulik mulai pagi hari hingga menjelang tidur malam, selalu ada dua orang anak dan menantu yang siaga merawat.  Tidak sekedar merawat, seperti memandikan bulik serta mengganti pakaian yang bersih setiap pagi dan sore hari.  Putra-putrinya dan menantu bulik juga menyuapi makanan dan meminumkan obat. 
            Seperti penderita stroke yang tak bisa lagi beraktivitas secara normal.  Butuh seorang perawat yang memiliki kesabaran ekstra dan tekat kuat saat tiba waktu makan.  Ketika bulik bisa menelan lebih dari empat sendok makan, pujian akan terlontar dari putra atau putrinya.  Namun saat mereka tak mampu menyuapkan satu sendok pun, tak ada ucapan jengkel atau marah kepada sang ibu.  Jurus merayu sambil melontarkan candaan menjadi senjata untuk meluluhkan hati sang ibu agar berkenan membuka mulut serta menelan makanan.
            Begitu halnya kala meminumkan obat.  Sepupuku yang saat itu bertugas menjaga sang ibu bercerita,”Ibu nggak mau dirawat di rumah sakit.  Mungkin ibu trauma saat merawat bapak dulu.  Jadi, sebelum sakit ibu tambah parah, beliau sempat berucap tak mau dibawa ke rumah sakit,”   
            “Kalau bulik dipaksa aja, gimana?”
            “Uhhh…sudah mbak.  Tapi ibu tetap bergeming. Ya, akhirnya kami rawat ibu seperti perawat di rumah sakit.  Kamar harus selalu bersih. Sprei harus diganti setiap hari.  Ibu juga tetap mandi dua kali sehari, meski dengan menyeka tubuhnya pakai waslap yang dicelupkan ke air hangat.  Dan pakai sabun juga lho, mbak,”
            Aku manggut-manggut saja mendengarkan.  Pantas saja setiap orang yang membezuk bulik, selalu memuji kondisi kamar dan si penderita yang selalu tampil bersih.  Kesungguhan putra-putri bulik memang patut diacungi jempol.  Menantunya pun tak kalah hebat.  Rumah mereka tinggalkan setiap pagi selama enam hari.  Putri bungsu bulik yang tinggal serumah, memiliki jadwal merawat sang ibu saat hari Minggu.  Meski tentu saja jadwal piket ini tidak seketat aturan di rumah sakit.  Mereka bisa saling bertukar hari bila ada keperluan yang cukup mendesak.  Bagi mereka, limpahan kasih sayang pada sang ibu saat menderita sakit,  tak pernah cukup untuk menggantikan setiap perhatian yang pernah mereka terima.              
Yang membuat aku semakin takjub, karena melihat sendiri pemandangan ini, adalah keikhlasan anak dan menantunya menuntun beliau agar tetap menunaikan sholat lima waktu.  Dalam keadaan sakit, bulik memang tetap ingin menjaga sholatnya.  Putra-putri dan menantunya bergantian menuntun bulik mulai berwudlu, memakaikan mukena hingga mengimami sholat.  Semua dilakukan di atas pembaringan, karena bulik sudah tak bisa melakukannya dengan sempurna.
Duh, betapa bahagianya seorang ibu yang memiliki anak dan menantu yang mampu saling tolong menolong dalam ujian kehidupan ini. Dalam ujian sakitnya, aku yakin, ada syukur yang pasti selalu mengalir di  hati dan tubuh sang ibu.  Bersinergi dengan keikhlasan hati dan pikiran yang mampu menerangi rumah ini dengan cahaya kesabaran. Malaikat pun pasti turut berdzikir memandu seluruh penghuni rumah.
            Air mataku mengalir.   Aku meyakini, para sepupuku dan pasangan hidupnya, Insya Allah akan menjadi calon penghuni Surga dari Pintu Keikhlasan merawat sang ibu.  Tak ada keluh kesah yang terdengar dari mulut mereka.  Yang ada malah berbagi kisah lucu, haru dan kesabaran  tentang betapa berlimpah nikmat merawat sang ibu. 
Aku berpikir, mampukah kelak bila orang tuaku sakit, bisa sesabar dan seikhlas mereka menjalaninya?  Keyakinanku ini membutuhkan konsisten yang tinggi dalam bersikap dan melakukan tindakan nyata kelak. Semoga aku mampu merawat kedua orang tuaku dengan kesabaran dan penuh keikhlasan.

                                    ----00----


22 komentar:

  1. bahagianya punya anak yg memperhatikan kita jika tua kelak,TFS mbak

    BalasHapus
  2. Amiin, semoga ya...
    makasih udah ninggalin jejak yaaa :)

    BalasHapus
  3. Ibu saya sudah meninggal, 17 Nopember 2012 lalu di usia 55 tahun.artikel nya bermanfaat sekali. kalau perlu dibaca tiap hari oleh para anak supaya tetap semangat dan istiqomah berbakti kepada orang tua sebakti-baktinya. Untuk tetap sabar menghadapi ibu yang sakit tentunya hrus dgn bermodal ketaqwaan kepada Allah, slalu ingat Allah dan ingat kematian

    BalasHapus
    Balasan
    1. Turut berduka buat ibunda ya mbak Yanti.
      Makasih udah ikutan membaca kisah bulik saya :D

      Hapus
  4. Makasih panduan merawat ortu yang sakit ini.

    BalasHapus
  5. masya Allaah, terharu saya bacanya, mbak... keikhlasan anak & menantu dalam merawat orang tua bernilai pahala yang sangat besar karena termasuk amalan birrul walidain (berbakti pada ortu) yang dianjurkan dalam Islam.
    jadi inget ibu saya sendiri yang sakit stroke. beliau udah meninggal, dan saya merasa bersalah karena merasa belum maksimal saat merawat beliau...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Turut berduka buat ibunda ya mbak Nisa, moga beliau khusnul khotimah.
      Tak perlu merasa bersalah, berbakti tak dibatasi oleh waktu. Sekarang pun kita bisa berbakti dengan menjadi anak solehah. Menjalankan kewajiban sebagai muslimah yang taat pada tuntunan Rasulullah :D

      Hapus
  6. Thanks mbk tulisanx inspiratif banget salam kenal yaaa. saat ini sy sedang merawat ibunda yg sdng sakit stroke sejak 6 bulan yll. Sy bersukur di berikan suami yg baik dan syngx kpd ibunda melebihi anakx sendiri. Semoga tulisan ini bisa menjadi ispirasi buat yg lain agar dlm merawat orng tua dengan penuh kesabaran dan ikhlas

    BalasHapus
    Balasan
    1. Salam kenal juga Nia, semoga ibu dimudahkan penyembuhannya. aamiin

      Hapus
  7. terima kasih ya mbak,artikelnya membuat saya menangis karna saat ini saya sedang merawat ibu yang sedang sakit stroke....semoga saudara2 saya membacanya dan terketuk hatinya untuk bisa lebih sabar lagi.

    BalasHapus
  8. Bersyukurlah Anda menjadi anak yang sholeh, saya turut senang jika banyak orang seperti Anda. Ayah saya sudah meninggal thn 2004 yang lalu, dan sekarang masih ada ibu. Tapi seakan tidak memiliki keduannya, yah! saya seolah tidak di anggap anaknya gak tahu masalahnya apa. Hehe,,, jadi curhat nih, mungkin ini yg menjadi rezeki saya. Tuhan Maha Kasih. Makasih mba sudah menginspirasi,
    Semoga lekas sembuh.

    BalasHapus
  9. jadi ingat waktu neenk sakit bertahun2, ibulah yg merawat nenek

    BalasHapus
  10. jadi ingat emakku yang juga suka sakit sakitan

    BalasHapus
  11. tfs mbak, tulisannya benar2 dalam dan jadi bahan merenung semoga

    BalasHapus
  12. Tante ku jg sakit stroke dr maret 2013...berangsur pulih. Tp des 2013. Saat bawa jalan2 pagi jatuh ke got dgn jahitan di kepala.pemulihan mjadi ulang dari awal. Sempat putus asa & hilang smangat. Tdk mau makan & minum. Kami tidak menyerah bujukan & rayuan. Puji syukur saat ini kondisinya mulai berangsurbaik. Wlpun ktergantungan pampers otot salurannya lemah jd kencing tidak berasa. Buat kalian yg punya kluarga stroke.Jangan menyerah slalu semangat.Yang sakit bukan beban.Penuhin kasih sayang & cinta dalam merawat karena di situlah kekuatan kita dlm merawatnya. Saya uda merasakan

    BalasHapus
  13. Tante ku jg sakit stroke dr maret 2013...berangsur pulih. Tp des 2013. Saat bawa jalan2 pagi jatuh ke got dgn jahitan di kepala.pemulihan mjadi ulang dari awal. Sempat putus asa & hilang smangat. Tdk mau makan & minum. Kami tidak menyerah bujukan & rayuan. Puji syukur saat ini kondisinya mulai berangsurbaik. Wlpun ktergantungan pampers otot salurannya lemah jd kencing tidak berasa. Buat kalian yg punya kluarga stroke.Jangan menyerah slalu semangat.Yang sakit bukan beban.Penuhin kasih sayang & cinta dalam merawat karena di situlah kekuatan kita dlm merawatnya. Saya uda merasakan

    BalasHapus
  14. Subhanallah bikin air mata saya mengalir deras, saat ini saya sedang merawat ibu saya yg sudah 5thn sakit stroke dan sekarang mengalami pembengkakan jantung,jujur saya sangat iri membaca cerita diatas,😂😂

    BalasHapus
  15. Ikhlas merawat orangtua sakit memang kewajiban kita sebagai anak, ya, Mbak. Mereka juga selalu ikhlas berbuat yang terbaik untuk kita.

    BalasHapus
  16. Menginspirasi banget tulisannya mba, saat ini ibu sy juga sedang sakit stroke usia ibu saya sudah 75tahun kata dokter stroke infak karena faktor usia yg sudah lanjut, sampe makan dan minum pake slang,dan tidak bisa bicara, ya Allah semoga dengan sakit , ibu saya dihapus dosa-dosanya,semoga kami anak- anaknya , menantu dan cucu2nya serta paman dan bibi saya sabar dan ikhlas dalam membantu merawat ibu saya yang kebaiknnya kasih sayangnya akan selalu kami ingat selalu

    BalasHapus
  17. Amat sangat menginspirasi,mba...terima kasih sudha diingatkan utk terus bersemangat tak kenal lelah utk mngurus orang tua...Kebtulan kaloi ibu saya sudah dari 2008 dipanggil keharibaan Sang Kholik..Dan saat ini ayah saya sdg di uji dengan sakit batu ginjal yang belum berhasil ditangani dengan tembak laser (ESWL), namun itu tidak menutup kemungkinan ada opsi2 pengobatan dan upaya penyembuhan lainnya yang smoga menjadi jalan kesembuhan ayahanda kami...
    Bismillah...smoga ALLAH sll menguatkan kami anak2nya yang hanya dua orang ini untuk terus berikhtiar, berupaya dan tidak kenal lelah mengurus beliau, menunggui beliau, mengingatkan dan membantu tetap menjalankan kwajiban sholat 5 waktunya...Skali lagi terima kasih utk kisah nyata yang dituturkan di Blog ini meski tulisan dlm blog ini sudah lumayan lama di buat...^_^

    BalasHapus