Merintis Usaha Pizza Homemade Dengan Modal Minim - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Jumat, 25 Maret 2022

Merintis Usaha Pizza Homemade Dengan Modal Minim

Naumi Pizza Semarang


Assalamualaikum Sahabat. Siapa yang selama pandemi baru mulai merintis usaha? Awal pandemi sekitar Maret 2020, ah berasa udah lama ya, dua tahun kita di situasi yang tidak biasa. Ketika waktu berjalan dalam kondisi tidak normal dan warga diharuskan beradaptasi secara cepat. Perusahaan mulai terdampak usahanya dan mengambil kebijakan pengurangan karyawan.


Adik saya dan tetangga ada yang terdampak karena akhirnya pertengahan tahun 2020 itu di-PHK. Namun ada hikmahnya juga karena dia mulai merintis usaha jualan. Apa aja yang bisa mendatangkan rejeki halal, dia jual. 


Saya pernah menceritakannya di blog ini kalo adik saya berjualan burung. Dia ternak burung dan menjualnya saat udah usia remaja. Kemudia adik saya ini juga punya usaha lain yaitu kursus baca Al Quran dan Baca Tulis untuk anak usia 6 tahun. Untuk persiapan masuk sekolah dasar.


Justru dari usaha ini mendatangkan penghasilan yang melebih gajinya saat  masih kerja sebagai supervisor di pabrik meubel. Masya Allah, selalu ada hikmah di balik musibah ya.


Merintis Usaha Saat Pandemi

Saya melihat banyak kenalan yang begitu kena PHK langsung memulai usaha. Nampaknya karena sebelum di-PHK ada pemberitahuan sebelumnya, jadi mereka udah mulai riset usaha. 


Memang untuk mulai usaha baru setelah sekian lama berada di zona nyaman, butuh riset. Riset yang sederhana aja, nanya dan cari tahu produk barang atau jasa apa yang tengah dibutuhkan saat pandemi. Ada kan yang tadinya berstatus ibu rumah tangga, begitu pandemi bisa punya usaha produksi masker kain. Ada juga yang jualan masker secara online atau pun menggunakan motor keliling gang. Atau ada pula penjual masker yang mangkal di pinggir jalan.


Apapun usaha yang dilakukan sejak pandemi telah mampu untuk menjadi pemasukan keuangan. Dan ini banyak dilakukan oleh sebagian besar orang yang ingin tetap berjuang di tengah musibah global. Karena saat itu tidak ada yang tahu kapan pandemi bakal selesai. Yang berjuang dan bertahan di tengah pandemi tentu tak ingin kalah dengan kondisi saat itu. Tidak ada kepastian kapan bisa bekerja kembali di tempat semula atau menemukan perusahaan baru. Karena banyak perusahaan yang kolaps di tengah pandemi.


Saya salut pada keberanian mereka yang banting setir dan melirik usaha mandiri. Karena tidak mudah untuk membuang kenyamanan. Namun keterpaksaan yang membuat mereka mampu melakukan hal itu.


Dari Hobi Jadi Duit

Nah, mulai pengen ya punya usaha sendiri dan nggak jadi karyawan sampai tua, kan? Saya yang udah ngalami jadi karyawan selama 25 tahun ngerti banget suka duka jadi karyawan. 


Suami saya kerja jadi pegawai cukup lama juga, tapi belum mencapai waktu yang melebihi saya. Dia kerja mulai tahun 1988 dan resign tahun 2001 karena ingin memulai usaha sendiri. Bertahan sebagai pemilik usaha renovasi dan konstruksi, tanpa bermodal ijazah. Hanya pengalaman dan kepercayaan menjadi modal utama suami menekuni usaha ini sampai sekarang.


Namun tak ada usaha yang lancar mulus kayak jalan tol. Apalagi tidak ada modal bantuan dari pihak manapun. Hanya tekad, niat, dan doa untuk memenuhi kebutuhan keluarga yang menjadi tanggung jawab sebagai kepala keluarga. Hingga tahun lalu, setelah lebaran suami hanya mendapatkan pekerjaan dengan nilai kontrak kecil.


Saat itu saya masih belum tergerak untuk ikut punya usaha. Suami masih ada pekerjaan meski keuntungan tidak banyak. Cukup lah untuk belanja. Sementara kebutuhan rumah tangga lainnya bisa dipenuhi dari simpanan dana darurat. Apalagi saya juga masih ada job nulis ataupun influencer. 


Namun sebenarnya sejak lama saya ingin punya usaha di rumah. Nggak perlu sewa bangunan ataupun lahan di minimarket. Jualan barang online bisa dilakukan dari rumah, itu yang ada dalam pikiran saya.


Sampai suatu hari suami mengusulkan pada saya untuk jualan telur aja di rumah. Kami punya kenalan pemasok telur. Kebetulan kami punya kios kecil di pasar yang disewa oleh pemasok telur. 


Namun ketika kami berniat memesan telur, si ibu pemasok bilang harganya sedang tak menentu. Ya udah kami menurut diminta nunggu seminggu lagi. Ternyata saat itu harga telur naik tajam. Pemasok banyak yang mengambil barang secukupnya. Mereka hanya memenuhi pesanan rumah makan atau pengecer. Dan hanya menyisakan sedikit untuk dijual di warung. 


Saya sendiri akhirnya meminta suami jangan usaha jualan telur. Takutnya rugi karena harga pasar yang masih tidak menentu. Kami bertahan dengan mengambil dana darurat. Modal yang dimiliki suami akhirnya disimpan dulu.


Meski begitu saya tetap memutar otak usaha apa yang paling dibutuhkan saat pandemi. Menurut keyakinan saya, kuliner itu salah satu usaha yang mampu bertahan saat pandemi. Namun suami saya tidak setuju dengan pilihan saya. Alasannya nanti saya malah kecapekan, takutnya jadi sakit. 


Saya sendiri memang suka masak, beberapa kali juga bikin nasi berkat ketika butuh untuk acara keluarga. Waktu anak-anak masih kecil, saya selalu bikin sendiri jajanan untuk mereka. Atau ketika ada arisan atau pengajian, baik Snack box maupun suguhannya, selalu saya masak sendiri. Ya pasti ada yang bantuin untuk beberes atau prepare seperti motong sayuran. Tapi saya jarang banget pesan, kecuali saat aqiqah anak-anak saya. Ya iya lah, abis lahiran masa mau masak sendiri untuk hajatan. Hahahaa.


Dan sajian masakan saya selalu mendapat pujian dari kerabat atau tetangga. Mereka suka dan bebeberapa kali bertanya, mengapa tidak menerima pesanan?


Saya sejak lama pengen punya catering namun suami tidak pernah setuju. Karena pekerjaan ini membutuhkan komitmen yang luar biasa. Bukan hanya modal materi tapi juga pikiran dan fisik.


Saya pernah punya usaha jualan lumpia dan pisang coklat. Saya titipkan di 5 warung dan toko. Salah satunya adalah toko yang ada usaha sampingan menjadi agen travel dan pool bus. Penjualan lumpia saya di toko ini lumayan laris. Jarang ada lumpia tersisa. Kalo pun masih ada paling sebiji atau dua biji. Lumayan sih ada tambahan pemasukan uang dan menambah tabungan saya di bank.


Namun saya tak lama melakukan usaha ini karena anak-anak yang masih kecil butuh perhatian. Saya juga saat itu masih menjadi karyawan di perusahaan distributor barang impor. Rasa lelah sepulang kerja dan masih harus menyiapkan bahan untuk bikin lumpia dan pisang coklat sungguh menyita waktu. 


Padahal peran saya masih dibutuhkan untuk nemenin anak-anak belajar. Ya saya harus ngajari anak-anak belajar di rumah karena mereka tidak mau ikut kursus tambahan pelajaran. Jadi kalo ibu-ibu saat pandemi menjadi guru di rumah, saya udah melakukan hal sama meski hanya sejam. Anak-anak merasa nyaman diajari oleh ibunya dibanding ikut kursus di luar rumah.


Usaha Dari Rumah Dengan Modal Minim

Nah kembali saya terpikir ingin usaha kuliner. Saat ini saya udah resign dari tempat kerja, nyaris udah 8 tahun. Meski ada job nulis, tapi saya merasa butuh punya jaring pengaman untuk keuangan keluarga. 


Saya dan suami adalah pekerja mandiri. Kami tidak memiliki tabungan pensiun. Jadi memang harus pintar mengatur keuangan keluarga. Untuk urusan pendidikan anak-anak, alhamdulilah kami sudah tidak memikirkan lagi. Si sulung udah bekerja, adiknya juga. Si bungsu ini sejak bekerja inginnya bisa bayar kuliah sendiri. Atau membantu sedikit dari total uang semesteran. Mungkin mereka ingin meniru langkah bapaknya yang kerja sambil kuliah. 


Jadi kebutuhan terbesar memang untuk rumah tangga kami, juga membantu ibu serta adik bungsu yang juga tidak punya penghasilan tetap. Saya dan suami insya Allah ikhlas membantu untuk kebutuhan sehari-hari. Apalagi kami tinggal berdekatan. Dan kami memang sejak lama sudah menjadi penanggung jawab untuk memenuhi kebutuhan bapak ibu saya. 


Kembali pada keinginan saya untuk usaha kuliner. Akhirnya suami setuju saya memulai usaha kuliner. Dengan catatan saya tidak boleh kelelahan. Saya tidak boleh ngoyo, begitu istilah yang dikatakan suami. 


Saya pun memutar otak usaha kuliner apa yang tidak bikin saya cepat lelah. Hahahaa. Ada-ada aja sih syarat suami saya.


Akhirnya saya memutuskan untuk jualan pizza. Baking adalah kecintaan saya. Terutama sejak pandemi, tidak  bisa traveling, mesti di rumah terus. Bikin saya menyibukkan diri dengan lebih banyak merawat tanaman dan masak di dapur. 


Kegiatan di dapur ini lah yang bikin saya rajin mengasah kembali ketrampilan baking. Karena sejak anak-anak punya kesibukan di sekolah, dan suami juga sering keluar kota untuk urusan kerja, saya jarang baking. Bahkan urusan masak pun kadang juga diambil alih oleh catering langganan. Karena tidak setiap hari saya masak untuk keluarga. 


Nah sejak pandemi, anak-anak mulai di rumah terus. Suami alhamdulilah dapat pekerjaan juga di kota sendiri. Jadi saya mulai lagi masak untuk keluarga. Dari resep lama hingga resep baru saya coba. 


Bestik Ayam


Roti Manis untuk Snack
Roti manis untuk Snack box 
buatan saya

Termasuk bikin cemilan, dari jajanan tradisional hingga fushion food. Dari tahu walik,  cireng, pempek, hingga baguette. Ada yang saya ulangi lagi karena keluarga suka. Kadang saya pun berbagi hasil masak atau baking dengan kerabat. Mereka kebanyakan bilang, mengapa nggak jualan aja sekalian? 


Nah di sinilah akhirnya saya memutuskan untuk memilih salah satu cemilan yang paling sering saya buat. Pizza menjadi pilihan karena bikinnya gampang, praktis dan bisa disimpan. Untuk dijual, saya tidak harus repot membuat adonan dari awal. Saya bisa bikin dough atau adonan dulu, kemudian dioven sebentar. Kemudian saya simpan di freezer untuk persediaan bila sewaktu-waktu ada pembeli.


Rencananya begitu. Namun takdir bicara lain. Ketika memutuskan usaha jualan pizza produksi homemade, saya udah siap kalo pembeli susah kami dapatkan. Jadi saya nggak sedia adonan setengah matang. 


Usaha produksi pizza juga bagi saya tidak butuh modal gede. Peralatan sebagian besar menggunakan yang udah ada di dapur. Hanya perlu menambah beli loyang pizza lagi beberapa buah. Untuk beli bahan pizza juga tidak butuh modal banyak. Belanja bahan pizza awalnya saya mengeluarkan uang tidak lebih dari 300 ribu. Udah lengkap termasuk box pizza. 


Ini cerita usaha pizza Saya



Setelah menemukan harga pokok penjualan, saya lakukan langkah berikutnya yaitu tes pasar. Saya dan adik saya berencana mulai berjualan pizza Hari Sabtu tanggal 5 Februari 2022.


Namun takdir berkehendak beda. Hari Kamis usai saya bikin status di sosial media, dari Instagram dan WhatsApp, masuk lah beberapa orderan pizza. Awalnya seneng dong, ternyata ada calon pembeli yang merespon. Bahkan ada yang nggak mau nunggu hari Sabtu. Tiga pembeli awal ini minta dibuatkan pizza untuk hari Jumat. Dan ini testimoni beberapa konsumen pizza homemade.


Testimoni konsumen Naumi Pizza


Dengan semangat saya pun menerima pesanan pertama tersebut. Saya menyanggupi karena bahan pembuat dough dan toping sudah tersedia.


Hasil pizza penjualan hari pertama pun saya posting di status WhatsApp. Bertubi tubi pesanan masuk dan saya arahkan untuk hari berikutnya. Setiap hari minimal 10 loyang pizza ukuran diameter 24 dan 26 saya produksi. Saya dibantu adik saya yang tinggalnya masih di rumah ibu.


Pesanan ini masih mengalir hingga sebulan kemudian saya stop ketika kedua anak saya kena virus covid-19. Setelah sekian lama akhirnya keluarga saya kena virus ini. Anak sulung kena ketika kerja bareng salah satu lembaga pemerintah. Si sulung ini bekerja di lembaga nirlaba  yang tidak dapat saya sebutkan namanya. 


Sementara si bungsu ketahuan dari hasil tracing di tempat kerjanya yang rutin 5 hari sekali diadakan tes PCR. Akhirnya saya hentikan produksi pizza meski hasil tes antigen saya dan suami negatif.


Kemudian setelah 10 hari saya kembali memproduksi pizza lagi. Sebelum itu pada hari ketujuh setelah anak-anak positif covid, saya sempat bikin pesanan dari tetangga dan famili. Mereka tidak peduli meski kami masih isoman. Alasannya udah kangen, wkwkwkk. Ya sebenarnya hasil tes anak-anak juga udah negatif. Saya sendiri ingin istirahat setelah tiap hari baking. Mayan juga ya produksi setiap hari, bikin tubuh lelah ketika sore tiba.


Setelah libur pesanan yang masuk tak sebanyak sebelumnya. Saya tetap bersyukur karena itu tanda saya nggak boleh berlelah-lelah memproduksi pizza. Karena pernah sehari bikin 17 loyang pizza, sorenya saya tepar. Nggak bisa nyiapin makan malam untuk keluarga. Ujung-ujungnya jajan online, hahahaa.


Selama ini saya hanya memasarkan produk pizza rumahan ini via posting foto di status WhatsApp. Saya juga mempromosikan di akun Instagram. Namun kalo pesanan yang masuk cukup banyak, saya udah gak punya tenaga untuk motret hasil jadi pizza. Bisa tetap tegak berjalan aja udah alhamdulilah. 


Pizza homemade


Saya masih ingin bisa berjualan pizza kepada masyarakat lebih luas. Rencananya ingin nyoba jualan di market sebuah aplikasi online. Atau punya gerobak kece dengan warna ngejreng dan sewa lahan di minimarket. Cuma saya masih harus melakukan survei untuk menentukan lokasi yang tepat.


Mengapa saya serius menekuni usaha ini? Karena saya ingin adik saya punya usaha yang bisa dijadikan sumber penghasilannya. Saya tidak tahu apakah saya bisa membantu kehidupan adik dan ibu saya. Kalo saya dan suami masih diberi umur panjang, insya Allah kami masih bisa membantu. Siapa yang tahu sepekan, dua bulan, atau setahun depan, saya dan suami masih berumur panjang?


Itu yang jadi alasan saya ingin punya usaha di rumah. Untuk merintis usaha yang bisa jadi sumber penghasilan untuk keluarga saya yang masih bergantung pada kami. Alhamdulillah mulai bulan ini suami udah mengerjakan proyek pengerjaan bangunan lagi. Insya Allah kami bisa kembali mengumpulkan dana darurat. Semoga kita semua diberi kesehatan, rejeki yang berkah dan berkecukupan, selalu dalam lindungan Allah SWT. Aamiin. 


Sekian ya curhat tentang usaha dadakan yang tidak sengaja menjadi tambahan sumber penghasilan. Silakan kalo ingin memberikan saran untuk usaha saya dan keluarga. Terima kasih udah berkenan membaca cerita saya. Wassalamu'alaikum.

9 komentar:

  1. Wah dari fotonya sudah terlihat menggiurkan, Mbak Wati. Coba kalau dekat ya, saya mau pesan.
    Semangat untuk usahanya dan semoga laris-manis.

    BalasHapus
  2. Hemm pizza itu makanan favorit yang ga ada duanya, pertama nyincip makanan luar negeri ya pizza tapi jarang ada yang jual. Kelihatannya juga agak susah kalau bisnis kayak gini, banyakk banget tantangannya tapi pasti bisa nih semanga. Jadi, pengin incip.

    BalasHapus
  3. Ah sayangnya saya sudah nggak tinggal di Semarang lagi. Pizza tu makanan enak banget. Apalagi buat teman nonton. Wuih. Kalau pizza rumahan pasti lebih mantep lagi. Semangat, kakak.

    BalasHapus
  4. Keren mbak, dari hobi jadi duit. Semangat ya Mbak! jadi inget saya juga bbrp kali pernah "usaha" buat sampingan, sayangnya blm ada yang pas di hati. baca postingan mbak bikin saya jadi Mikir apaa lagi yang bisa dijadiin sampingan yaa..whehehe

    BalasHapus
  5. Mantap Mbak, bisnis sendiri dari usaha Pizza. Sebenarnya makanan Pizza ini banyak konsumennya ya Mbak apalagi di Kota2 besar. Duh mau nyobain Pizzanya Mbak, tapi sayangnya jauh banget, hehe

    BalasHapus
  6. Wahhh keren banget nih jiwa berwirausahanya tinggi banget, semoga lancar usahanya ya Kak dan sukses terus untuk juala piza nya..

    BalasHapus
  7. Wahh keren usahanya, Mba. Semoga usaha pizza Mba Wati lancar dan sukses hingga nanti bisa buka cabang di kota lain, amiiin

    BalasHapus
  8. Wah keren mbak
    Bisa baking sampai jualan roti sendiri
    Bahkan sekarang bisa buat pizza homemade
    Barakallah ya mbak, semoga usahanya lancar dan berkah

    BalasHapus