Sudah bukan rahasia lagi, kalo
jemaah haji pasti bawa air zam-zam di dalam koper besar untuk dibawa pulang.
Meski regulasi yang mengatur barang bawaan sudah sejak awal dijabarkan, dan air
temasuk benda yang dilarang. Tetap saja larangan itu dilanggar.
Yah mau gimana lagi? Pulang haji
pasti yang ditunggu adalah oleh-oleh air zam-zam plus doa. Sedangkan jatah dari
Garuda bagi tiap jamaah hanya lima liter. Tidak sepadan dengan jumlah teman dan
kerabat yang berjubel menanti jatah air zam-zam di rumah.
Sejak masih di tanah air, ustazd
kami pun sudah mensinyalkan larangan menyimpan botor berisi air zam-zam di
koper besar. Semua sepakat, ada teman juga yang menyarankan, mending
terang-terangan saja dibawa dalam tas kresek beberapa botol ukuran 500 ml. Kalo
petugas tanya, bilang aja untuk sangu minum antri pemeriksaan di bandara.
Ternyata justru yang dibawa malah
aman. Petugas bandara King Abdul Azis mengibaskan tangan, artinya saya lolos
pemeriksaan dari benda terlarang. Ya karena
saya nggak bawa korek api, pisau atau benda terlarang lainnya. Meski ada dua
botol air zam-zam di tangan kiri saya.
Dari bisik-bisik selama pemeriksaan
di bandara pas pulang ke tanah air, ada yang dapat bocoran dari petugas
penerbangan, kalo banyak jerigen berisi air zam-zam disita dari dalam tas koper
besar. Waduuh, mendengar kabar itu saya lirik sana sini. Mencari tanggapan dari
teman yang ikut ngegosip di bandara. Ternyata tak ada yang mau berkomentar.
Hanya senyum dikulum yang menandakan satu jawaban sama. Ah, apa arti senyuman
itu?
Andai saja pak petugas penerbangan
tahu perjuangan mereka yang mengumpulkan air zam-zam.
Setelah lelah sirna usai Umroh
Wajib dan nyicil Umroh Sunnah, beberapa jemaah berangkat ke Masjidil Haram
sambil bawa jerigen. Jerigen-jerigen itu diajak berdesakan di dalam bus yang
membawa rombongan jemaah menuju masjid.
Tiba di masjid, ada yang langsung
thawaf. Ada juga yang ngisi jerigen dulu dengan air zam-zam. Kemudian baru
menuju tempat thawaf. Biasanya yang bawa jerigen ini lebih memilih putaran
thawaf lantai 2 atawa 3. Lebih longgar, tidak seperti lantai 1 yang berjubel
kayak cendol.
Nah, mulailah urutan putaran ke-1
hingga ke-7 dilakukan. Sambil menggendong jerigen, melafalkan bacaan memutari
Ka’bah dengan semangat. Tak ada segan atau enggan, hanya senyum berbaur tangis
haru bisa menatap Ka’bah. Meski beban di punggung, di pundak atau di depan dada
begitu mencolok mata. Tetap saja tak ingin menyingkirkan beban itu.
Bukan pria gagah semata yang
membebani tubuh dengan jerigen berisi air zam-zam. Begitu banyak perempuan
paruh baya, dari berbagai belahan dunia yang melakukan serupa. Ada yang hanya
menentengnya, memikul di atas kepala atau membawanya dalam tas.
Saya? Oh tidaaak… Saya tidak
terbiasa mengangkat beban berat. Bukan kemayu siih. Tapi memang tak ingin
menyakiti tubuh dengan beban air sebanyak lima liter. Dan saya tidak paham apa
maksud air zam-zam itu diajak mengelilingi bangunan Ka’bah. Teman sesama jemaah
yang melakukan hal itu tak memberikan jawaban memuaskan. Mereka kebanyakan
hanya ikut-ikutan.
Menemui fenomena seperti itu, bikin
saya makin penasaran. Tapi setiap saya bertanya, tak kunjung juga mendapat
jawaban. Bahkan kadang cuma senyum yang menjadi jawaban dari pertanyaan saya.
Jadi… untuk apa jerigen isi air
zam-zam itu digendong kemana-mana? Entah lah. Adakah yang bisa membantu saya memberikan jawaban?
Terima kasih udah berkunjung ke rumah mayaku. Nantikan cerita saya selanjutnya yaaa
O..jadi hanya boleh 5 liter ya mbak. Tamunya besok dikasih setete-setetea mbak..hihihi..
BalasHapusHihiii iya tuh boleh ntar ya ;)
Hapusngasihnya seteguk gitu ya mba kalau untuk tamu, yang gelasnya kayak gelas sake gitu mba keciil..hihihi
BalasHapusNgasihnya seteguk sih mbak, tapi ada juga kok yg minta nambah hahaha
HapusKasih seteguk gelas kecil Mbak ben rata hahaha:)
BalasHapusAdil merata spt sila kelima Pancasila ya mbak, qiqiqii
Hapuskasih setetes aja hehehe biar semua pada dapat :)
BalasHapusDuh serasa di padang pasir pulang dari bertamunya hihiii...
Hapus