MOVE ON: Biarlah Sedih Ini Berlalu... - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Jumat, 16 Mei 2014

MOVE ON: Biarlah Sedih Ini Berlalu...

Minggu ini saya lagi terpuruk banget :"(

Minggu tanggal 11 Mei kemarin abis ngedeprok di depan halaman Masjid Agung Demak. Gara-gara jatuh bertahun lalu nggak diurus dengan bener, jadinya ya gini. Kambuh dan langsung parah. Engkelnya melesak jadi kagak bisa berdiri tegak.

Udah diurut di daerah Gedawang, yaitu di kliniknya Ibu Siti. Kalo pengobatan tradisional gini emang butuh kesabaran dan ketelatenan. Beda dengan pengobatan medis. Terus terang saya memilih yang tradisional aja. Alasannya sih takut dibedah di meja pak dokter.

Nah, hari rabu sore, saat tengah duduk di depan teve sambil selonjoran, si bungsu pulang dari sekolah. Ia masuk sambil mengucap kalimat Innalillahi wa innailaihi rojiun.  Kalimatnya yang terakhir membuat kedua tangan ini menangkup di depan dada.

"Mamanya Ghozi meninggal..." Naufal duduk di lantai dekat kursi emaknya.
"Astaghfirullah...sakit apa?"
"Sakit perut, nggak tahu sakit apa, ada yang bilang ususnya napa gitu..Tadi abis shalat Ashar kami ke rumah Ghozi."

Ah, penjelasan Naufal bikin kepala saya makin pening. Saya langsung meraih hape yang sejak jam 10 pagi dikecilin volumenya. Maklum, saya kan pengen istirahat. Nggak ingin diganggu oleh denting BBM, suara email masuk ataupun ajakan chattingan dari teman dunmay.  Alamaaak...ada delapan sms masuk dari sekolah si bungsu dan wali kelasnya. Isi pesannya sama, meminta ijin pada orang tua murid untuk takziah ke rumah orang tua Ghozi dan Adiba. Ghozi ini kelas 8C, sekelas dengan Naufal. Sedangkan adiknya Adiba, kelas 7B.

Segera saya menghubungi nomor wali kelasnya, Miss Ery. Guru bahasa Inggris di kelas si bungsu. Saya ingin meminta kepastian bahwa isi sms itu benar. Tentu saja benar, masa sih pihak sekolah mengirim pesan jahil. Tapi saya memang ingin pesan itu hoax. Bukan kenyataan. Duuuh...nulis ini jadi sedih lagi.

Ya, Miss Ery membenarkan isi sms tersebut. Tak terasa air mata berderai. Kami berdua menangis. Saling menceritakan kebaikan almarhumah. Sifat periangnya, ramah dan kebaikan hatinya. Semua itu tinggal kenangan.

Sebenarnya saya mengenal almarhumah sejak putra sulung kami sama-sama bersekolah di SMP IT PAPB. Tepatnya pertengahan tahun 2007. Pertemuan yang hanya sesekali terjadi. Karena tidak setiap hari saya bertugas menjemput si sulung. 

Namun sekolah ini sering mengadakan acara yang melibatkan orang tua murid.  Pengajian Ahad Pagi, atau seremoni lainnya seperti milad sekolah, atau Riyadloh. Nah, di forum seperti ini lah kami bertemu dan bercerita.

Saya pun jadi tahu kalo beliau punya empat anak.

"Wah, ngejar setoran nih mak?"
Tawa kami berderai. Ya, kami bisa bercanda dengan bebas. Tak ada kata saling menyakiti. Kami seperti saudara yang bertemu ketika usia tua. 
"Ayo, nyusul aku, bikin anak lagi. Kan baru dua ya?"
"Udah lah, aku wakilkan kamu aja, hahaha..."
Keempat putra-putrinya berusia tak terpaut jauh. Tiga putra pertama dan disusul seorang putri.

Suaminya seorang nahkoda. Yang berlayar tidak hanya dari satu pulau ke pulau di tanah air. Tapi telah melanglang ke negeri orang.

Saya masih mengingat pertengahan tahun kemarin, almarhum bercerita. Tentang suaminya yang sedang mengurus sekolah putri bungsunya. 

"Gantian lah, biar bapaknya yang ngurus sekolah. Aku kan cape," Katanya.
Dulu saya hanya tersenyum mendengar ucapannya. Yah, mungkin ia lelah mengurus keempat anaknya sendiri. Mengurus rumah besarnya tanpa ART. Padahal ia bisa saja membayar gaji seorang atau dua orang ART. Karena keuangan keluarga, ia sendiri yang memegang. Namun hidup itu pilihan. Dan beliau berhak memilih yang telah dijalaninya. Tapi, kalo sesekali ada keluh yang terlontar di bibirnya, anggap aja itu sebagai pemanis bibir.
"Ya udah, suruh aja kerja di darat. Nggak perlu berlayar lagi," saranku kala itu.

Siapa sangka, ucapan yang semula saya anggap pemanis bibir, menjadi kenyataan. Ibu Nur Endah lelah menjalani kehidupannya. Setelah berjuang melawan kanker kelenjar getah bening sejak bulan februari, di pertengahan Mei ini kehidupannya berakhir.

Nangis lagi :"(

Dilanjut di tulisan berikutnya ya....

8 komentar:

  1. Innalillahi wa inna ilaihi rajiuun..turut sedih mba hiks..semoga almarhumah mendapat tempat terbaik disisinya..peluuk..mba wati cepet sembuh ya, mas bagus juga pasien bu siti...

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbak Dew....aamiin doanya.
      Iya bu Siti ampuh pijetannya mbak

      Hapus
  2. Inna lillahi wa inna ilaihi raji'un ... duh ikut sedih :(

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sampe sekarang saya masih sedih kalo mengenang beliau mbak :(

      Hapus
  3. innalillahi Wa innailaihi rojiuun, sempet masuk RS mba sbelum meninggal?

    BalasHapus
    Balasan
    1. Sempet dirawat dua bulan, cuma anak2nya gak pernah cerita. Makanya lama banget gak pernah bertemu di sekolah Naufal :(

      Hapus
  4. Innalillahi, begitu cepat harus pergi ya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Ya mbak, tak percaya rasanya sampe sekarang :( orang sebaik itu...

      Hapus