BEKAL SEHAT DARI RUMAH, TRADISI BAIK DAN MURAH - My Mind - Untaian Kata Untuk Berbagi

Sabtu, 28 September 2013

BEKAL SEHAT DARI RUMAH, TRADISI BAIK DAN MURAH

www.resepsehat.com



BEKAL SEHAT DARI RUMAH,  TRADISI BAIK DAN MURAH

            “Wah, putranya masih mau bawa bekal dari rumah? Nggak malu…kan udah magang ya?” Seorang tetangga bertanya dengan nada tak percaya.
            Aku tersenyum maklum. Apalagi si sulung sudah berusia 18 tahun. Dan saat ini ia magang kerja di PLN cabang Jatingaleh, Semarang.  Tapi ia tidak malu membawa tempat makan yang berisi masakan bundanya untuk menu makan siang di tempat magang.
            Menu makan siang mereka juga yang mudah dibuat. Biasanya aku menyiapkan ayam fillet, udang, jamur atau pun bahan masakan lain di dalam wadah khusus dan disimpan di lemari pendingin. Paginya baru aku masak sesuai pesanan anak-anak. Ayam fillet bisa dibuat menjadi chicken katsu atau steak ayam.  Udang atau cumi bisa digoreng dengan tepung krispi. Bisa juga dimasak udang goreng mentega atau cumi Lombok ijo. Jadi, menu makannya bervariasi, mudah dibuat dan tidak butuh waktu lama. Kedua putraku pun selalu menghabiskan bekalnya tanpa banyak protes.  



            “Apa sih resepnya, agar anak-anak mau dan tak malu bawa bekal sampai sekarang?” Ini pertanyaan lain dari seorang kerabat.
            Ah, resepnya sederhana. Aku sudah mengenalkan kebiasaan baik ini sejak mereka masih balita. Bukankah kebiasaan baik akan lebih mudah dilakukan bila sudah dikenalkan sejak usia balita? 

Pergi ke sekolah, berjalan-jalan ke mall, atau acara pertemuan keluarga, aku selalu membawa bekal makanan dan minuman dari rumah. Nah, dengan kebiasaan sejak usia balita, mereka jadi terbiasa membawa bekal hingga usia remaja. Saat ini si bungsu Naufal berusia 13 tahun dan masih belajar di kelas VIII SMP IT PAPB. Dan Milzam masih menekui sekolahnya di kelas XIII di SMK Negeri 7 Semarang.  Di kelas XIII ini Milzam magang di PLN Jatingaleh, Semarang.
Saat mereka masih kecil, aku juga mengajarkan agar tidak jajan sembarangan. Anak-anakku  baru kenal uang saat kelas 1 SD. Itupun karena ketua kelas mengharuskan teman-teman sekelasnya membayar iuran setiap minggu untuk kegiatan sosial. Seperti menjenguk teman yang sakit atau untuk memberi sumbangan bila ada orang tua salah seorang siswa sakit atau meninggal.
Akhirnya aku memang harus mengenalkan nilai uang dari nominal yang paling kecil, seperti seratus rupian hingga seribu rupiah. Pada mereka, secara perlahan aku jelaskan bahwa uang itu hanya boleh dibelanjakan untuk membeli makanan yang bersih dan menyehatkan. Aku beri contoh, bahwa makanan yang bersih adalah yang terbungkus dengan pembungkus yang aman. Sehingga lalat tidak bakal bisa menyentuh makanannya.
Dan makanan yang menyehatkan itu tentu saja yang tidak membuat dirinya mudah terkena penyakit. Aku tunjukkan contoh makanan yang menyebabkan sakit di antaranya adalah, jajanan gorengan yang dijual di pinggir jalan. Karena proses pembuatannya tidak menggunakan minyak yang bermutu baik. Di samping itu, jajanan pinggir jalan biasanya tidak ditutupi dengan baik hingga gampang terkena debu atau asap kendaraan.
Tidak hanya itu saja. Ada juga makanan yang mengandung pemanis buatan, pewarna sintetis dan penambah rasa. Jajanan seperti ini biasanya menggoda anak-anak karena banyak juga teman-teman mereka yang membelinya.
            Tentu bukan hal mudah mengajak kedua putraku agar tak tergoda membeli jajan sembarangan. Beruntung pihak sekolah tempat mereka belajar, melarang murid-muridnya membeli jajan di luar wilayah sekolah. Ada kantin di dalam lingkungan sekolah yang menyediakan jajanan sehat.
            Nah, kalau selama proses belajar di sekolah sudah ada pihak guru yang mengawasi jajanan kedua putraku, di rumah pun tentunya harus ada dong. Dan aku lah yang menjadi pengawas kedua putraku.
            Agar mereka menurut dengan larangan jajan di sembarang tempat, tentunya aku harus  menyediakan makanan sehat di rumah.  Bukan hal sulit kok menyediakan Resep Sehat  di rumah. Tiru aja makanan yang dijual di luar rumah dengan membuat sendiri di rumah. Tapi sebagai bunda yang bijak, tentu aku harus pintar-pintar memilih bahan yang berkualitas.
            Jajanan gorengan seperti mendoan, pastel, tahu petis, pisang goreng, dan teman-temannya itu sebenarnya makanan favorit kedua putraku. Di luar rumah, jajanan itu tersedia melimpah di setiap sudut kota. Terutama yang berlokasi dekat dengan perumahan. Nah, agar selera mereka terpenuhi, aku pun membuat jajanan itu sendiri di rumah.
            Biasanya, aku buat adonan tepung di pagi hari menjelang berangkat kerja.  Adonan itu hanya berupa tepung gandum yang dicampur air secukupnya. Sepulang kerja, aku tinggal menambahkan bumbu sesuai kebutuhan. Aku membuat jajanan nggak cuma satu macam. Biasanya dua macam, kombinasi antara mendoan dan pisang goreng. Atau tahu petis, pisang goreng dan bakwan sayur. Dari satu adonan tepung, aku tinggal membaginya ke dalam tiga mangkok. Kemudian masing-masing adonan ditambah bumbu sesuai jajanan yang akan dibuat. Dan pilihanku untuk menggoreng adonan ini tentu saja mingyak goreng SunCo. 

Selalu ada minyak goreng SunCo di dapurku 


            Aku sudah lama beralih menggunakan minyak goreng SunCo. Ada yang bilang kalau harga minyak ini lebih mahal.  Selisih harganya bisa untuk dibelikan bumbu masak atau jajanan anak-anak.  Wah, mendengar ucapan ibu-ibu yang menyebut mahal ini harus diberi pencerahan :P Kita harus mengubah cara pandang itu dengan memperhatikan kandungan gizi yang tercantum pada setiap kemasan minyak SunCo.  Apalagi SunCo  sebagai minyak goreng yang diolah dari kelapa sawit segar dan telah melalui 3x pemurnian dan 2x penyaringan menghasilkan minyak goreng sehat yang kaya akan omega 3 sekaligus bebas kolesterol. Jadi, sunCo mempunyai kepedulian yang tinggi dengan membantu ibu rumah tangga, sehingga dapat menyajikan masakan sehat untuk keluarga.(diambil di http://www.resepsehat.com)

Meski minyak ini boleh diminum, tapi tentu saja penggunaannya adalah untuk menggoreng masakan sehat bagi keluarga kita.
            Oya, aku juga sering membawakan bekal lebih untuk teman-teman kedua putraku. Mendoan, pisang goreng, jamur crispi, chiken katsu, lumpia, pastel adalah beberapa makanan yang pernah aku bawakan, untuk mereka bagi dan makan bersama dengan teman-teman sekelasnya. Kadang aku membayangkan teman-teman mereka mengelilingi kedua putraku karena takut tidak kebagian, hihihi…
            “Tadi Nanang membagi jamur crispi-nya dengan Lia, bu,” Cerita Milzam suatu sore.
            Aku membayangkan potongan kecil jamur yang masih dibagi lagi jadi dua.
            “Aduuuh…emang nggak kekecilan?” Tanyaku bingung.
            “Biar saja, hahaha….”  Jawab Milzam dengan tawa berderai.
            Atau saat Milzam usul agar aku menitipkan jamur crispi buatanku di sekolah.
            “Pasti banyak yang suka, dan jualan ibu bakal laris manis,” Usulnya dan diamini oleh sang adik, Naufal.
            Hmm…sepertinya anak-anak  tidak membayangkan kerepotanku bila menuruti usulnya. Karena aku masih harus membagi waktu pada pagi hari untuk membuatkan bekal ke sekolah dan membersihkan rumah.  Mungkin kedua putraku ingin membagi makanan sehat buatan bundanya dengan seluruh teman-teman di sekolah mereka masing-masing.
            Ada masanya saat keduanya tidak membawa bekal ke sekolah. Biasanya saat ulangan umum, Naufal enggan membawa bekal. Saat perutnya lapar, ia pun membeli jajan di kantin. Tapi, karena kantin hanya ada satu dan waktu istirahat yang mepet, ia malas berdesakan untuk membeli makanan. Jadi lah perutnya menahan lapar. Akhirnya ia kena sakit mag. Sejak saat itu Naufal tak lagi enggan membawa bekal ke sekolah.
            Milzam pun sempat malas membawa makan saat mulai magang di tempat kerjanya.  Padahal sejak kelas 1 SD hingga kelas XII di SMK 7 Semarang, ia selalu membawa bekal makan dari rumah. Baru magang sebulan, ia terkena sakit typus.  Tentu saja Milzam harus ijin tidak masuk kerja. 
Aku pun memberitahu bahwa makanan yang dijual di luar rumah, belum tentu terjaga kebersihannya. Bisa saja masakannya sudah diolah dengan benar, namun piring atau sendok yang digunakan untuk tempat makan mungkin kurang bersih. Bagaimana bisa bersih bila air yang digunakan untuk mencuci alat makan adalah air yang tidak mengalir? Karena banyak penjual yang hanya menyediakan satu atau dua ember air dan digunakan berulang-ulang.
Tentu akan lebih baik ia tetap membawa bekal seperti kalau di sekolah.
            “Kamu malu bawa bekal ke tempat kerja?” Selidikku dengan hati-hati.
            Milzam menggeleng.”Nggak lah Bu…Cuma malas aja bawanya,”
            “Kan seperti waktu di sekolah, tempat makan tinggal dimasukkan ke dalam tas, nggak merepotkan. Mulai besok bawa lagi, ya?” Bujukku pada si sulung.
            Begitu masuk kerja usai ijin sakit, Milzam pun membawa bekal lagi. Bahkan Milzam juga mengajak teman-teman dari satu sekolah yang magang di PLN, agar membawa bekal untuk makan siang dari rumah.
Kata Milzam seminggu yang lalu,”Sekarang teman-teman bawa bekal semua. Jadi, istirahatnya malah lebih lama karena kami nggak perlu keluar kantor untuk membeli makanan,”
Ya, aku sangat setuju dengan ucapan putraku. Istirahat yang hanya satu jam bisa lebih efektif bila mereka tak meninggalkan kantor untuk membeli makan.
Hingga sekarang pun, kedua putraku tetap membawa bekal dari rumah. Mereka beranggapan, masakan dari rumah lebih sehat, aman dan ekonomis. Nah, nilai ekonomis ini yang membuat mereka senang membawa bekal dari rumah. Uang saku mereka tidak berkurang banyak dan bisa ditabung.
            Sebenarnya bukan kedua putraku saja yang membawa bekal dari rumah. Suami juga sesekali membawa bekal ke tempat kerja. Ia tak malu mengeluarkan tempat makan yang berisi masakan dari rumah dan menikmatinya saat istirahat siang. Bekal apapun yang aku siapkan, selalu dimakan hingga tak tersisa.
Begitupun dengan diriku. Aku tak pernah lupa menyiapkan bekal untuk makan siang di tempat kerja. Alasanku sih terutama karena malas keluar hanya untuk membeli makan siang. Namun tentu saja ada alasan lain, yaitu dengan membawa bekal dari rumah aku bisa irit uang jajan di kantor. Yang pasti makanan dari rumah juga lebih menyehatkan karena diolah dengan cara yang benar dan mengikuti anjuran Resep Sehat.
Di tempat kerja, bukan hanya aku yang membawa bekal untuk makan siang. Hampir sebagian besar teman-teman juga melakukan hal yang sama. Mereka sepertinya termakan hasutanku. Membawa bekal dari rumah, di samping lebih aman untuk perut kita juga aman untuk isi kantong, alias irit.



 “Tulisan ini dibuat untuk mengikuti lomba blog dari http://www.resepsehat.com persembahan SunCo Minyak Goreng Yang Baik. Tulisan adalah karya saya sendiri dan bukan merupakan jiplakan”

8 komentar:

  1. keren tulisanmu mak Wati, menginspirasi emak2 yg kagak pernah masak kayak diriku hihihiii... sukses utk tulisan ini yaaa.

    BalasHapus
  2. Mantaaaffff. moga sukses mak

    BalasHapus
    Balasan
    1. Makasih mbak, nggak ngikuti dulu siapa yang menang lha abis posting ini ada masalah gak bisa dibuka. Untung gak kelamaan jadi bisa nulis dan ngeblog lagi :)

      Hapus
  3. aku waktu jaman bkerja dulu juga suka bawa bekal dr rumah mak, makannya numpang d warung sebelah *ngga tahu diri hihi

    BalasHapus
    Balasan
    1. Asik lah, kalo kurang lauk tinggal ambil dan.... bayar pasti hehe :)

      Hapus
  4. Alhamdulillah dapet pencerahan. Yups, masakan rumah paling enak. Istri di rumah juga sudah mulai banyak belajar membuat cemilan sehat untuk anak-anak.

    BalasHapus
  5. Aaahhh... brilliant idea mak.
    Mau saya tiruuu aahhh
    Makaciii ya mak.

    BalasHapus